Minggu, 04 Juni 2017

Yang Terbata Eja A Ba Ta


Menemui anak yang juga mengalami kekurangan dalam hal kelancaran berbicara (hm, bahasanya berputar banget untuk mengganti kata 'speech delay', karena sesungguhnya tidak berani juga untuk menyimpulkan, benar atau tidaknya, khawatir salah -_- ).

Entah apakah orangtuanya mengetahui atau tidak. Awalnya mengira dia hanya 'cadel', tapi seiring pertemuan demi pertemuan, langsung ngeh 'ini kurang lebih kasus yang sama'. Bisa jadi juga, orangtuanya semacam saya yang kurang pengetahuan dan telat menyadari.

Mungkin juga dipengaruhi oleh struktur giginya, menambah banyak kosa kata yang kurang bisa dipahami awam. Maka saya melakukan teknik yang sama padanya: membuat wajah dan matanya fokus untuk menatap gerak bibir, mencontohkan satu dua pelafalan huruf hijaiyah. Jangankan hijaiyah, alfabet biasa saja cukup menguras energi otak. Apalagi untuk huruf semisal tsa. Dan hari ini kami sibuk melafalkan huruf ja (sulung dari kembar tiga yang punya titik di perut) yang selalu ia baca 'sa' (huruf tsa sendiri ia baca 'sta'.dlsb). 
Memperlihatkan posisi lidah sedemikian rupa, sudah merupakan perjuangan tersendiri.


Saat akhirnya dia bisa (tentu belum sempurna betul, dan entah nanti dia masih ingat atau tidak), saya puji dia, dengan kegirangan yang luar biasa juga, dengan senyum lebar, mata pun saya pastikan berbinar. Dan dia hanya tersenyum kecil, tersipu. Dalam hal ini saya harus 'mesra' dengannya. Untungnya, kala itu, si pencemburu tidak ada. Misal ikut mendampingi, bisa rusak 'kemesraan' kami. And case not closed yet, perjuangan masih akan berlanjut.

Tiba-tiba pula saya teringat kala menuntun si pencemburu, untuk belajar iqro. Suara yang kurang bersemangat di balik punggung ada saja.

"Howwalaaa. Memang sudah bisa?"

Memang kali pertama yang dalam beberapa kali pertemuan, dia (sosok kedua, si pencemburu) malah mengganggu Mas-Mba yang lain, memukul satu-dua di antara mereka (yang maksudnya adalah membela seseorang yang dianggap teman). Alhasil karena hal itu, kunjungan belajar ditangguhkan, sambil perlahan diberi arahan. Sebenarnya, di rumah pun tentu diajari, tapi pilihan untuk ikut belajar dengan teman lainnya diambil berhubung kalau di rumah dapat diprediksi akan lebih teralihkan pada mainannya. Selain alasan berikutnya tentu untuk sosialnya. Sekarang si pencemburu itu, sudah lulus jilid 1. Bukan prestasi yang wah barangkali jika dibandingkan yang lain. Tapi, tetap itu satu prestasi tersendiri untuknya.

Dan dua anak ini, mendapat doa yang sama. Semoga kelak mereka menjadi generasi yang cerdas dan berakhlak mulia. Untuk itu, torehan pun tak bisa hanya sekali dua. Seusia mereka mulai (mau) belajar iqro saja sudah sesuatu (beberapa kali mogok, beberapa kali lainnya sambil menyiurkan 'Rayuan Pulau Jawa').  Karena bahkan saya sendiri baru belajar saat usia sekolah dasar.

Jadi teringat pula dengan motto paling perdana: Jadikan kekuranganmu sebagai kelebihanmu. Lagi-lagi, dengan memiliki kekurangan, kita akan berempati dengan kekurangan pada selain kita. So, baby boys, keep moving forward!


Mei 2015 - 4 Juni 2017

*Tulis ulang dengan suntingan
#CatatanGuruEkskul

#NulisRandom2017
Day 04

Tidak ada komentar:

Posting Komentar