Kamis, 31 Agustus 2017

Jangan Lakukan Ini

Jangan Lakukan Ini

Bismillah

Salaam Sobat,

Sore kemarin ceritanya saya membersihkan bagian freezer lemari es. Biasa, sebab alasnya sudah dipenuhi es. Lumayan tebal untuk ukuran lemari es saya yang kecil. Manapula dindingnya pun mulai dirembeti.

Setelah pengatur suhu saya putar ke "off" biasanya memang selalu saya tunggu hingga es mencair sendiri. Tapi, siangnya saya sempat beli daging ayam. Khawatir si ayam kelamaan di suhu kamar--setelah keluar dari boks es mang sayur, saya pun mulai tidak sabar. Belum lagi di kepala sudah mengantri apa-apa yang hendak dikerjakan lagi.

Akhirnya, saya kerahkan tangan, terutama kemudian jari telunjuk. Dingin? Pasti. Tapi, seolah sedang mengerjakan tantangan, saya terus bergerilya. Kuat lah, pikir saya. Sampai kemudian selesai juga acara bersih-bersih es itu.

Baru, saat cuci tangan, saya merasa ada perih di ujung telunjuk tangan kanan. Saya cek tak ada keluar darah. Namun, saat ditekan pun terasa sakit. Bahkan sampai saat saya mengetik ini. Sakitnya terletak di ujung, mepet ke kuku. Sepertinya, efek congkel mencongkel. Saat masih berurusan dengan es tidak terasa, sebab es jadi semacam 'suntik baal' atau alat kebal. Tapi, begitu menit demi menit tangan tidak terkena es lagi, maka "kekebalan" itu pun berangsur hilang. Muncul rasa sakit yang sebenarnya sebagai gantinya.

Gara-gara tidak sabaran, dan sok-sokan begini deh. Don't try this at home ya, Sobat. Lain kali agaknya di tiap lemari es bagian freezer, tidak hanya ada gambar peralatan tajam dan pandangannya, mesti ditambahi gambar telunjuk tangan disilang. Hehe. ^^


Cirebon, Agustus 2017

#ODOP30
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Mempelajari Ujaran Orang Yogyakarta Eps. 2

Bismillah

Salaam Sobat,
Di sekian postingan lalu, saya ada membahas tentang kalimat 'negatif' di mana kata jangan bertemu dengan kata tidak, sehingga justeru menjadi positif. Nah, kali ini pengen sok-sokan membedah lagi. Tentang ucapan ketika anak sakit.

Kemarin, selama di Sleman-DIY, cukup sering saya mendengar para orangtua menyebut "baru sakit" ketika anak mereka sakit.

Kok, begitu saja dibuat aneh? Hehe, bukan aneh, hanya saja lagi-lagi ini terkait pengalaman saya pribadi. Di kota di mana saya tumbuh, sebutan yang kerap dilontarkan adalah, "sedang sakit". Nah, saya--seperti bedah kalimat sebelumnya--mulai berpikir dan mencoba mengulik apa perbedaannya secara maknawi.

Baru dan sedang, jelas kata yang berbeda. Lalu disambungkan dengan kata sakit, semakin berbeda tentunya.

"Baru sakit" dan "sedang sakit". Menyebut baru sakit, atau baru rewel yang saya amati lebih karena agar yang sakit dan atau rewel tersebut tidak berlanjut sakit terus. Sehingga, ketika ada yang bertanya--meskipun misalnya sudah sekitar 2/3 hari sakitnya--para orangtua tetap menjawab baru sakit.

Berbeda bila menggunakan "sedang sakit". Seolah bila terus menerus disebut demikian, berpegaruh juga terhadap kesembuhan dan kesehatan yang sakit. Lagi-lagi, pada akhirnya kembali ke soalan tentang bahwa ucapan adalah doa. Begitu kurang lebih.


Cirebon, Agustus 2017

#ODOP29
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia





Rabu, 30 Agustus 2017

Mencemburui Ibadah Orang Lain

Mencemburui Ibadah Orang Lain



Kumelihat sekumpulan orang, gurat kefanaan dunia tak kentara di keningnya.  Berona segar sekaligus tegar, itu yang ada di wajah mereka. Sama berpeluh, sama bermata lelah, sama menguapnya. Tak sama suara rongga saat mengeluarkan si uap: mulutku ber"kaaak" terbuka lebar lalu sebulir dua, air menitik di sudut kornea. Sedang mereka, ada gerak punggung tangan yang sigap menutupnya.

Kumelihat sekumpulan orang, kekecewaan tak pernah hinggap lama di hatinya. Berpanjang-lebar pakaian, gamis, jilbab mereka. Tak berkeras ingin lekukan dada, pinggang dan pinggul dipuja-puji siapa juga. Tak beralasan sebabkan gerak menghambat. Sama bekerja, sama mencari rupiah. Tak sama gelombang di ubun-ubunnya. Kepala dan kepalanku tak pernah merasa cukup, merasa harus bisa mengendalikan hingga akhir. Sedang mereka, merasa cukup dengan yang dicoba, lalu melepas, berpasrah perihal akhirnya.

Aku cemburu pada mereka.


Cirebon, Agustus 2017

#ODOP28
#ODOP

Senin, 28 Agustus 2017

#DapurBundi: Kue Pukis Imut

#DapurBundi: Kue Pukis Imut

Bismillah

Hari ini Ahad yang cukup cerah. Angin pun tidak terlalu kencang bertiup seperti hari sebelumnya. Atau karena saya tidak ke mana-mana ya, di dalam rumah saja, keluar cuma sampai depan pagar rumah ketemu Mang Sayur.

Nah, dari sejak malamnya sudah niat kepengin praktek bikin kue. Alhamdulillah, bahan pun sudah lengkap. Ini ngumpulin bahan saja nyicil lho, hehe, padahal bahan segitu doang. Sebab faktor lupa juga sih.

Hasil akhirnya.
Meses cokelatnya melimpaaah.


Well, oke cukup chit chat-nya deh. Seperti judulnya, postingan kali ini saya isi dengan cerita praktek tadi siang. Coba-coba membuat Kue Pukis ala-ala yang setengah bulat dan imut. Resep dapat dari medsos, tapi saya modif. Cukup mudah, yuuk yang penasaran simak caranya.

Bahan:
1. 100gr Tepung terigu serba guna. Saya pakai takaran sekitar 10 sendok makan (sdm)
2. 75gr gula pasir. Kalau saya cuma sekitar 2sdm saja
3. 150ml susu cair--SKM
4. 1 butir telur ayam
5. 1/2 sdt garam
6. 1/2 sdt baking powder *
7. 1/2 sdt baking soda *
8. 1 sdm margarin, lelehkan/cairkan
9. 1 sdm minyak sayur
10. Secukupnya margarin untuk olesan cetakan
11. Meses cokelat, untuk topping


*Bisa di-skip. Gantinya dengan menambahkan telur. Sebab ini tujuannya untuk mengembangkan adonan.

Cara membuat:
1. Campur semua bahan satu persatu. Biasanya yang pertama adalah kocok telur dan gula. Lanjutkan dengan bahan lain. Hingga rata dan lembut.

Berhubung tidak punya whisk atau mixer, saya pakai blender. ^^



2. Diamkan sekitar 10 menit.


3. Sementara adonan didiamkan, siapkan cetakan takoyaki. Panaskan dengan api sedang cenderung kecil. Lalu, olesi setiap lubangnya dengan margarin.

4. Masukkan adonan ke setiap lubang.



5. Tunggu hingga bagian tengah tidak terlalu basah--tapi juga jangan sampai keburu kering, taburi dengan meses cokelat. Topping bisa diganti sesuai selera ya. Misal keju parut atau di potong kecil bentuk dadu; bisa juga irisan pisang.

6. Tunggu lagi sampai adonan seperti berbuih. Kemudian tutup cetakan takoyaki. Api tetap kecil ya, Sobat.

Kalau bagian tepinya sudah terlihat agak cokelat, cek bagian tengah, tusuk dengan lidi. Kalau saya pakai tusuk sate ukuran kecil.

Jika kering pertanda matang, angkat, taruh ke wadah.

Lakukan hingga adonan habis. Sajikan dengan bahagia, lanjut serbu bareng keluarga. ^^

Oh, iya, dari adonan di atas bisa menghasilkan 20-22 pukis.

Selamat mencoba dan menikmati.


Cirebon, Agustus 2017


#ODOP27
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesiawww.bloggermuslimah.id

Minggu, 27 Agustus 2017

Menyebabkan Orang Terlambat Salat

Menyebabkan Orang Terlambat Salat (Duh, Dosa Tidak, Ya?)

Hal di atas terjadi ketika bulan puasa Juni kemarin ini. Biasaaa, antar tetangga kan memang suka obrol-obrol, mumpar-mampir atau sharing apalah (sungguh?).

Saya sudah agak lupa (lupa melulu banyak dosa nih :'( ) kronologi tepatnya. Bakda maghrib, lepas berbuka puasa, saya mampir ke tetangga. Sepertinya hendak ikut menitip sesuatu. Sebab hampir setiap pagi dia pergi belanja ke warung sayur mayur. Biasanya yang saya titip semisal beli bawang merah, cabe merah, dan tomat. Sebab terkadang di bakul sayur keliling--yang mana lewatnya agak siang--suka kehabisan jika pas butuh.

Tidak tahunya obrolan melompat ke sana ke mari. Dan saya tidak tahu tetangga saya itu ternyata belum salat maghrib. Sampai dia berujar:

"Ehh, saya tuh belum sholat maghrib. Bentar ya?"

Semi shock, saya pun membalas.

"Laahhh, iya atuh sok sholat. Saya pulang dulu."

Sekian menit sampai rumah, azan isya berkumandang. Dan ini ashli (pake shod ^^v) membuat saya ngelamun galau gundah gulana. Keesokannya, saat ada kesempatan nangga lagi--ambil titipan sih agaknya--saya sekalian mencurahkan kegelisahan hati. Betapa sangat merasa bersalahnya saya (deu ya bahasane).

"Si ibu mah, tadi malam pas saya datang kenapa gak duluan bilang belum sholat?" Tutur saya kurang lebih. "Begitu sampai rumah sekian menit, kan itu azan isya. Saya kepikiran si ibu sholatnya sempat gak? Saya berdosa dong nih..."

Si ibu tetangga senyum meringis lihat perwajahan saya berekspresi mengenaskan.

"Hehe, iya emang mepet banget. Begitu salam, eh adzan," responnya, "saya yang salah sih, keasyikan makan ini-itu. Sholat maghribnya di-entar entar. Mestinya jangan, ya?" Dia malah bertanya.

"Saya sering juga sih, pas berbuka, sebab berasa lapar banget, habis takjil langsung lanjut makan nasi." Jujur saya sampaikan. Iya memang begitu. Busui tho yooo, jangan heran tingkat kelaparannya, hehe. "Tapi ala kadarnya saja sih, setengah porsi. Terus jeda sholat dulu. Udah sholat, cemal cemil lagi, atau makan berat lagi. Udah isya juga makan nasi lagi...." Saya tertawa di ujung kalimat. Ngeri juga sih kalau diamati sendiri, 10-15 menit setelah makan masa sudah pengen makan lagi. Sambil mengingat-ingat dan memastikan diri jika saya berdoa sebelum dan sesudah makan.

Tidak mau kejadian hal serupa lagi, saya titip pesan,

"Misal saya datang ke sini pas ibu baru mau sholat, lain kali bilang saja, Bu. Tidak apa-apa. Gampang bisa balik lagi. Daripada saya jadi penyebab orang telat sholat...,"

Iya, terkadang karena sungkan atau merasa tidak enak, kita pilih menerima tamu. Tapi, saya pun misal sudah bersiap hendak salat, lalu tiba-tiba ada yang ketuk pintu, saya temui, tanyakan ada apa. Kalau butuh waktu agak panjang saya sampaikan, "saya mau sholat dulu". Jadi, kepada orang lain pun demikian. Jangan sampai gitu, membuat orang terlambat sholat lagi. Dosa sendiri saja entah sudah seberapa, jangan ditambahi lagi dengan hal-hal seperti tadi atuh lah. Astaghfirulloh.

Diri memang belum baik secara paripurna. Tapi berusaha terus menjadi lebih baik sih sesuatu yang berstatus harus kudu mesti.


Cirebon, Agustus 2017


#ODOP26
#ODOP

Tunas Kelapa Itu Lambangnya

Tunas Kelapa Itu Lambangnya

"Pramuda pramudi... pramuka belum mandi..."

Siapa yang ingat yel yel sindiran di atas? Kalau Sobat akrab banget dengan yel yel barusan, berarti (bisa jadi) kita seangkatan. Eh? Hehe.

Yup, bagi yang masa sekolah (terutama di zaman) SD-nya ikutan kegiatan Pramuka yakni
Praja Muda Karana, mesti ngeh dengan yel yel tadi. Ada kalanya kita yang jadi objek. Lain masa, kita yang 'poyokin' teman. Dengan catatan, timing-nya mesti tepat, yaitu pas pulang dari kegiatan Pramuka sore-sore. Belum mandi, toh? Heheu. Yang pasti, jadi seru-seruan, dibawa asik saja gitu.

Membahas Pramuka, yang hari lahirnya (tepatnya konon ini tanggal diresmikannya) jatuh pada 14 Agustus, saya teringat seru dan asyiknya bisa jadi salah satu anggota kepanduan ini. Walau jujur nih, di bagian latihan baris berbaris, sering bikin bosan.

Dari Pramuka, yang membuat saya suka pertama kali adalah kegiatan KIR, kalau tidak salah sebut ya. Yaitu saat indera kecap dan atau indera penciuman kita dites. Asik dan menarik bagi saya sebab kayak main tebak-tebakan. ^_^ Belum lagi, jadi bisa icip-icip something by free. Suatu ketika, di satu momen kegiatan pramuka ada lomba antar regu, tadinya perwakilan untuk lomba KIR bukan saya. Tapi yang ditunjuk rupanya ada halangan, entah saya lupa ada apa. Pokoknya, kemudian saya yang digiring masuk ke ruangan khusus sembari mata ditutupi kain. Fortunately, dari sekian benda yang disuruh icip banyak betulnya. Jadi, walau awalnya gemeter sebab jadi peserta mendadak, endingnya bisa mengharumkan nama regu. Lalu, yang mulanya ogah-ogahan menjadi anggota pramuka, akhirnya semangat. Meski tetap siih, di bagian menghapal Satya Darma Pramuka, mengkeret. Takut disuruh maju ke depan, berhubung tak kunjung hapal. Soalnya, bagi saya saat itu kalimatnya bikin bingung. (^_^)

Dan dari pramuka, yang menyebalkan satu lagi adalah semaphur (betul tidak ini tulisannya?). Iyap, sama kasusnya, gak hapal-hapal. Padahal suka banget dan pengen banget ngebat-bet bendera semaphur, Tampak keren. Tapi yang PALING hapal cuma huruf A. Sisanya... confusing. Haha.

Well, kalau didaftar ini kegiatan/acara yang saya suka:
1. Berkemah
2. Mencari Jejak
3. Baris berbaris (yang kadang bosen itu, bolak balik terus kalau belum kompak sempurna ^^)
4. KIR
5. Tali temali, seperti membuat tandu.

Yang rada bikin keki (senang, antusias belajarnya tapi sebel gak hapal-hapal, jadi mesti buka 'primbon'):
1. Semaphur
2. Sandi morse
3. Sandi rumput

Sekarang, hanya tinggal kenangan dan ambil manfaatnya.


Cirebon, Agustus 2017

#ODOP13
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Sabtu, 12 Agustus 2017

[KISAH] Ini Masalah Hati

Sumber: Facebook




Seorang pejabat tingkat kota mecurahkan segala perhatian pada putra kesayangannya. Terbayang, bila pergi ke suatu tempat dia lah yang selalu teringat. Bila melihat satu kesenangan, dia pula lah yang hadir lewat pelupuk mata, untuk dibawakan ini-itu. Taukah seperti apa gerangan anak ini? Tersebutlah bahwa sikapnya jauh dari santun, acap kali membuat orang tua mengelus-elus dada, ugal-ugalan, dsb. Apa si Ayah kecewa? Sepertinya tak ada di muka bumi ini orang tua yang senang dan tenang-tenang saja melihat anaknya melenceng dari jalur seharusnya. Meski tak tampak di luar, sesungguhnya di dalam remuk redam. Lalu? Ini masalah hati, walaupun kelakuan si anak amboi selalu meresahkan, perhatian dan kasih sayang tetap tak luput untuk diberikan. Apakah dia anak semata wayang? Tidak! Ada putra-putri yang lainnya. Malahan anak-anak si Pejabat yang lain ini bagi masyarakat sekitar - dan bagi orang tuanya tentu - tampak lebih menyenangkan. Selain sikapnya yang penuh sopan santun, prestasi selalu mereka ukir, tak banyak tingkah pula. Lagi-lagi ini masalah hati, ternyata se'hebat' apapun mereka tak membuat porsi kasih sayang si Pejabat bertambah pada mereka. Hmm, mendengar hal ini saya cuma bisa termenung. 



Dalam dunia pergaulan, hati juga yang menjadikan si A dekat dengan E dan bersahabat dengan U. Lalu tanpa harus konsperensi pers lagi mereka menjadi satu geng. Termasuk yang terjadi pada individu-individu lain saat mereka merasa lebih cocok bergabung dengan kelompok ini, kumpulan anu, grup itu, dan sebagainya. Terbukti dengan adanya bermacam-macam geng di dunia gaul kita. Kecondongan perasaan dalam hati rupanya memimpin sekali lagi. Maka akan ditemui (misalnya) ada 'geng motor', kelompok diskusi sastra Melayu, fans club Harry Potter, "group Blogger" tertentu, paguyuban penikmat kuliner, dlsb. Apakah yang menyatukan mereka disana? Hati. Ya, dalam bersahabat seseorang bisa memiliki multi geng dalam kesehariannya. Seperti hubungan antara kita dengan d’geng dan teman lainnya. Dan tidak berarti kita melulu bersama-sama terus dengan teman-teman geng ini. Namun dalam hal-hal tertentu entah mengapa pada mereka lah tempat kita berasyik ria mengobrol, saling curhat, jalan2 dan melakukan kegiatan bareng lain. Begitulah bila hati bicara. Hanya bagaimana cara diri kita saja yang pandai mengarahkannya agar hati dapat lebih cenderung gaul dengan geng bermutu. Itulah yang membedakan kekuatan kepribadian kita. Menyadari hal ini, saya pun kembali melamun. Terlintas tanya, bagaimana perasaan kawan lain yang tak kudekap tanpa hati?


Termasuk kisah Rosululloh. Dari seluruh istri Rosululloh saw, Siti Khodijah lah yang paling sering disebut-sebut kelebihan dan kebaikannya. Meski beliau telah lama berpulang ke Rahmatulloh. Sehingga – kita sangat tau dengan kisah ini – menimbulkan rasa cemburu teramat sangat dalam diri ‘Aisyah. Dan diantara para istrinya yang masih hidup (kala itu) ‘Aisyah lah teristimewa, yang mendapat rasa sayang lebih banyak dibanding istri-istri lainnya. Apakah istri Rosululloh yang lain tersebut tidak mempunyai kelebihan? Tidak tentu saja. Ini hanya masalah hati. Bahkan Rosululloh pun memiliki seseorang khusus yang hatinya lebih cenderung padanya. Ya, karena beliau saw pun seorang manusia.


Lalu, salahkah hati jika demikian? Rasanya tak adil mengetahui putra-putri si Pejabat yang berprestasi, hanya diperhatikan ‘ala kadarnya’ oleh ayah mereka. Juga untuk kasus yang sama yang terjadi pada putra-putri lain, dan jumlahnya lumayan. Agaknya tak nyaman di hati saat kita ingin dekat dengan seorang teman, namun ternyata dia tak ‘memilih’ kita untuk menjadi karibnya. Sepertinya ada yang keliru, bila ternyata istri-istri Rosululloh dengan rela dan ikhlas membiarkan ‘Aisyah mendapatkan kesempatan berlama-lama dengan Rosululloh saw lebih dari mereka. Sebentuk pengorbanan akan pemahaman hati. Kedengarannya menyedihkan bukan? Tapi sekali lagi, ini masalah hati. Tidak ada yang salah dengan hati sebagaimana yang terjadi pada cinta. Ini Cuma soal kecenderungan hati. Bila ternyata dari beberapa sisi kehidupan seperti contoh di atas – keluarga, sahabat, teman hidup – sedikit yang cenderung pada kita, tak perlu disalahkan. Protes kecil mungkin kadang terjadi dan bisa dilakukan. Namun jika tak mebuahkan hasil jangan kecewa. Sebisa mungkin pahami saja. 


Karena Hati tidak bisa dibohongi rupanya. Sebagaimana kala manusia dihimpit permasalahan hebat luar biasa (dan salah satunya mungkin persoalan diatas), hati secara jujur membutuhkan “the power” yang lebih dahsyat lagi dari bertubi-tubi masalah yang datang. Kekuatan dahsyat yang dapat membantunya. Keluar dari lorong gelap itu. Maka, ketika itu terjadi, hati dengan jujur akan meminta bantuan pada Sang Maha Memiliki Kekuatan tersebut – Alloh swt. Sehingga saat itu, manusia akan spontan ‘memanggil’ Robb-nya. Lalu bersimpuh. Menundukkan kepala. Mengalunkan permohonan lewat lantunan doa-doa panjang ditemani linangan air mata. Satu saja harapannya: agar satu-satunya tempat kepada siapa hatinya cenderung mengarah berkenan mengabulkan “proposal” si pemohon. Entah itu penyesalan dari sebuah kesalahan, penantian cinta ataupun pengharapan akan sebuah cita-cita. Wallohu’alam bishshowab... 



~salah satu tafakur diri ...~ 


Cirebon, 12 Agustus 2017

#ODOP12
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Blogger Muslimah

Obaa-san: Tentang Nenek Tercinta

Ada satu rumah yang bagiku merupakan rumah dimana tersimpan begitu banyak peristiwa dari zaman ke zaman. Rumah yang akan menjadi rumah kenangan. Rumah ini adalah rumah tempat Nenek dan Almarhum Kakek tinggal: berkegiatan dan merajut mimpi. Dari pernikahan mereka lahirlah seorang anak perempuan dan dua anak lelaki: Uwa, Bapak, dan Almarhum Paman. Aku suka dengan gaya rumah ini. Sederhana namun tak bosan dipandang mata. Atapnya tinggi dan temboknya kuat- ciri khas bangunan-bangunan peninggalan zaman penjajahan. Tanpa disadari karena rumah Kakek inilah aku bercita-cita memiliki sebuah rumah dengan atap yang tinggi sehingga udara (oksigen) yang berkeliaran di dalam rumah begitu banyak dan akan membuat nafas para penghuninya lega selalu.

Sejak Kakek masih hidup, sedikitnya setahun sekali keluargaku pulang kesini, momen yang digunakan biasanya saat libur Lebaran Idul Fitri. Hal itu dilakukan sampai sekarang. Ketika anak-anak Kakek sudah menjadi Kakek-Nenek, ketika cucu beliau bertambah jumlahnya menjadi sembilan, ketika kami empat dari cucu Kakek telah berkeluarga dan dikaruniai keturunan. Enam cicit Kakek kini.

Dan Nenek adalah satu-satunya penyimpan lengkap kenangan mengenai apa yang terjadi di rumah ini, berikut kotanya Cijulang yang pernah tak tersebutkan dalam peta Indonesia. Belakangan, ketika Cukang Taneuh yang kemudian dikenal dengan Green Canyon mulai dikenal penyuka travelling, namanya mulai tampak di peta Indonesia.

Namun, karena sakit yang diderita Nenek juga pikun, kisah-kisah yang dialami kakek-nenek mulai dari yang bertema perjuangan heroik sampai romansa kisah cinta tak bisa didengar langsung dari nara sumbernya dengan baik. Cerita-cerita ketika Nenek gadis dahulu terkadang terlontar begitu saja, meloncat-loncat dari satu cerita ke yang lainnya. Beberapa justru kami dengar dari luar. Ada satu teman senior seperjuangan Nenek yang pernah berujar bahwa di zamannya Nenek adalah primadona salah satu bagian desa di Cijulang, Cingirih namanya. Kulit Nenek yang putih bersih, tubuhnya yang semampai dan wajahnya yang ayu membuat beberapa pemuda beradu tanding untuk memperebutkannya. Sampai kemudian tinggallah dua orang pemuda yang masih bersaing ketat. Keduanya berbeda bertolak belakang. Namun pada akhirnya pilihan Nenek jatuh pada pemuda diam yang kalem, sederhana dan sedikit dingin. Dialah almarhum Kakek. Di usia senjanya jauh sebelum Nenek sangat pikun seperti sekarang ini, Nenek  masih suka bersikap romantis selayaknya pasangan muda saja. Tapi Kakek yang sebaliknya-tidak romantis- kerap ‘menolak’ perlakuan penuh cinta Nenek. “Sudah tua, malulah” begitu ujarnya.

Dari cara Nenek memoles diri, terlihat dia memang begitu menjaga penampilan sejak gadis. Meski telah berusia lanjut, wajahnya masih putih berseri. Ini rahasianya. Bedak yang digunakan untuk memupuri wajahnya adalah produk yang berasal dari ramuan alami. Sari Pohaci namanya. Bentuknya berupa butiran-butiran kecil lonjong berwarna putih. Dalam satu bungkus Sari Pohaci kira-kira ada sepuluh sampai dua puluh butir. Biasanya Nenek memindahkannya ke dalam wadah – yang aku ketahui kemudian adalah tempat krim rambut. Mungkin tempat krim rambut Kakek yang sudah habis atau tak terpakai. Setiap selesai mandi Nenek mamakai Sari Pohaci dengan cara meremukkan satu butir hingga lembut di tangan lalu dipoleskan ke seluruh permukaan wajahnya. Mengetahui aku tengah memerhatikannya, Nenek menawarkan padaku sambil hendak memulaskan Sari Pohaci yang masih ada di tangan. Aku menggeleng, menolak. Tapi di suatu hari aku diam-diam membuka wadah Sari Pohaci tersebut dan mencobanya. Fhuh, ternyata sama sekali tak wangi. Baunya biasa saja, aga apek malah. Mungkin justru di situlah letak asli dan alaminya.

Nenek masih bisa mengaji. Maksudnya walau sudah terbata-bata, irama dan lagunya ketika membaca AlQuran tetap mengalun teratur. Aku menebak-nebak, sepertinya lagu yang dilantunkan Nenek adalah dari tempat dia biasa ikut mengaji, bisa jadi sejak dia gadis dulu kala. Nenek sering menyebut-nyebut namanya: Kalang Sari. Irama mengaji yang khas, karena hanya aku dengar dari penduduk di desa Cijulang sana. Nenek juga masih melaksanakan sholat 5 waktu. Persis tepat waktu. Lalu pada setiap libur Lebaran berikutnya, kami mendapai sholat yang dilakukan Nenek begitu lama dan panjang. Ibu termasuk yang sering memerhatikan beliau.

“Nenek sholat udah lebih dari empat rokaat, lama pisan” kata ibu.

“Sama sholat sunnahnya mungkin, Bu” ujarku

“Masa digabung begitu…” balas Ibu.

Dan satu demi satu tahun berganti, bertambah. Nenek menjadi benar-benar lupa untuk sholat juga mengaji.
Ada satu yang kemudian termasuk Nenek senangi lakukan, yaitu menyanyikan sebuah lagu berbahasa Jepang. Agaknya ini adalah lagu yang diajarkan pada masa pendudukan Jepang terhadap Bangsa Indonesia dulu. Mungkin bukan hanya ini saja. Tapi entah, lagu inilah yang hanya diingat Nenek. Ingatan yang tiba-tiba muncul di tengah kepikunannya. Jika Nenek sedang merasa senang, dia akan begitu saja menyanyikannya. Kami para cucunya sampai terbawa hapal juga, saking seringnya Nenek bernyanyi.

Pada suatu malam terjadi pemadaman aliran listrik dadakan. Sesudah lampu-lampu tempel tergantung di tembok Kakak Sepupu pertama memancing Nenek untuk bernyanyi. Maka dengan spontan Nenek kembali mengalunkan lagu “Ooyashima” favoritnya diiringi kami cucu-cucunya yang ikut bernyanyi sambil bertepuk tangan. Kami bahkan sampai mengulangnya dua kali. Begitu selesai Nenek tertawa kecil senang. Semua yang ada pun bertepuk tangan sambil berekspresi senang. Setelahnya hanya terdengar helaan napas ringan dari beberapa kami. Dalam cahaya yang remang tersebut, sungguh aku melihat senyum-senyum yang tersungging itu berujung pada kesedihan. Ironi.

Aku sempat ber-andai-andai. Kalau saja Nenek sehat, kemungkinan besar aku akan berlama-lama bercengkerama dengannya. Bertanya banyak hal, apapun yang ingin aku ketahui. Kisah Nenek saat gadis yang ikut berjuang melawan penjajah. Berpindah-pindah tempat. Masuk ke hutan. Kisah cintanya dengan Kakek mungkin. Lalu lagu-lagu berbahasa Jepang yang selalu membuatku penasaran.


#Missing_So_Much :’(


Cirebon, 12 Agustus 2017



#ODOP11
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Mempelajari Ujaran Orang Yogyakarta

Mempelajari Ujaran Orang Yogyakarta

Bismillah

Salaam Sobat, pripun kabare? Alhamdulillah apik, nggih? Sampun keselip setunggal dino ing "One Day One Posting" Blogger Muslimah, kulo kedah ngrapel seratan. Nggih salajengenipun, kulo ijin nganggo Bahasa Indonesia mawon, nggih? Sabab dereng ngertos sedaya kalimat. Nyuwun pangapuntenipun menawi wonten kalepatan.

Di tulisan episode ini, sebagaimana judul yang tersemat, saya hendak sedikit berurai (tanpa air mata) beberapa ujaran yang saya temui di awal-awal tinggal di Yogyakarta (tepatnya Kab Sleman), dan saya pelajari kemudian sekarang sesekali diikuti.


Nanti Nggak

Sebelumnya, ke manapun saya pergi, kebanyakan orangtua berseru pada anaknya yang terdengar adalah seperti:

"Jangan naik-naik pohon, nanti jatuh!"

"Jangan jajan sembarangan, nanti sakit perut!"

Nah, ketika di Yogya, yang umum dikatakan justeru seperti ini:

"Jangan naik-naik pohon, nanti nggak jatuh!"

"Jangan jajan sembarangan, nanti nggak sakit perut!"

Berkali-kali mendengar, mulanya saya merasa aneh saat pola kalimat seperti tadi diucapkan seorang budhe. Begitu hal serupa saya dengar dari kebanyakan orangtua, pola 'Jangan-nanti nggak' ini menjadi menarik untuk diperhatikan.

Mungkin bagi beberapa yang membaca tulisan ini, terkesan saya terlalu berlebihan. Tapi, iya, saya diam-diam mencermati. Hingga sedemikian rupa dipikirkan mana yang lebih tepat.

Untuk kalimat pertama, sebab itu yang sudah biasa dan sering didengar, rasanya oke-oke saja; "Jangan naik-naik pohon" khawatirnya "nanti jatuh"; "Jangan jajan sembarangan" khawatirnya "nanti sakit perut". Iya, kan?

Lalu, pola kalimat kedua yang bedanya ada di kata "nggak", pada akhirnya saya pikir ini pun 'benar'. Lebih benar malah.

Sebab saya pikir negatif bertemu negatif menjadi positif. Kata "jangan" diselaraskan dengan kata "nggak" hasilnya ya "tidak akan terjadi apa yang dikhawatirkan".

"Jangan naik-naik pohon supaya nanti tidak jatuh"; "Jangan jajan sembarangan supaya nanti tidak sakit perut."

Dan yang paling final, saya menghubungkan ujung kalimat-kalimat tersebut dengan harapan, dengan doa.

"Nanti jatuh, nanti sakit, nanti kena duri" eeh malah iya kejadian; jatuh, sakit, kena duri.

Lalu membandingkan dengan "nanti ndak jatuh, nanti nggak sakit, nanti tidak kena duri", ini jadi semacam doa atau harapan.

"Jangan main api, nanti tidak kebakaran" kita pakai contoh kalimat lain. Tidak bermain-main dengan api, semoga tidak kebakaran.

"Jangan ganggu kucing yang sedang makan, nanti ndak kena gigit". Tidak mengganggu, mudah-mudahan tidak kena gigit. Begitu kiranya.


Cirebon, 12 Agustus 2017

#ODOP10
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia


Kamis, 10 Agustus 2017

3 Novel Negeri Must Go to Movie

3 Novel Negeri Must Go to Movie

Bismillah

Salaam Sobat,

Seperti janji saya di postingan sebelumnya, kali ini saya akan cuap-cuap soal novel asli karangan pengarang Indonesia that I want it goes to movie badly. Hehehe. Versi saya tentu, ya. Baiklah ini dia:

1. Tahta Nirwana
Novel yang berkisah tentang perjalanan, pertempuran dan rumitnya hubungan Sannaha dan Purandara. Dan kisah mereka berkaitan plus bersinggungan dengan Puteri Kerajaan Pasundan, Dyah Pitaloka.

Dengan latar dan setting waktu masa kerajaan Nusantara, seperti Majapahit, novel ini saya bayangankan akan menjadi film bernuansa klasik dan epik yang beda. Lebih seru lagi dan menjadi utuh jika dilengkapi sekaligus dengan novel seri Pitaloka lainnya, yang merupakan sequelnya. Tasaro, penulis novel ini, bahkan sudah apik dalam memilah kata-kata, kalimat untuk dialog para tokohnya, sehingga sangat filmis.

2. Tentang Kamu
Novel karangan siapa? Yup, Tere Liye. Sebuah kisah perjalanan lagi. Seorang Zaman Zulkarnaen mesti menelisik kisah hidup seorang perempuan, yang merupakan klien dari tempat dia bekerja.

Setting yang banyak, berlompatan dari negara ke negara, akan membuat seru film ini nantinya. Dengan nuansa dan tema film petualangan-detektif, kisah Sri Ningsih ini pun layak "dihidupkan".

3. The Road to the Empire
Sebuah novel oleh Sinta Yudisia. Beberapa pembaca senior sastra bahkan sempat mengira jika kisah perjuangan Takudar Khan ini adalah karya penulis luar, bukan penulis dalam negeri. Saya juga sempat baca, dulu novel ini diharap-harap pula agar bisa diadaptasi ke layar lebar. Sayang, konon kendalanya banyak. Semisal, mencari latar yang di sepanjang kisah dominan padang pasir. Tapi agaknya masa-masa sekarang bisa saja ditemukan solusinya. Dengan efek, CGI dan lainnya, saya kira Takudar Khan bisa "dihidupkan". Dan seperti cerita Sannaha, ini pun akan lebih utuh dilengkapi dengan menyertakan juga sequel dan prequel dari novelnya. Saya bayangankan bakal keren banget. Filmnya akan ala Hollywood. Dari sejak pertama membaca ini hingga detik ini, saya tetap kesengsem dan "ngidam" sangat novel ini goes to movie.

So, common para produser, bikin mereka jadi film. Please! ^_^




Cirebon, 10 Agustus 2017

#ODOP9
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Rabu, 09 Agustus 2017

Curhat (Bukan) Blogger Blenger

Sumber: Facebook

Salaam Sobat,

Tidak sangka sudah tujuh hari saya mengikuti One Day One Posting yang merupakan salah satu program Blogger Muslimah. Itu berarti sudah tujuh juga tulisan yang saya buat sebagai blog post.

Sebelumnya, saya sempat mengikuti tantangan menulis juga. Dua tantangan menulis dengan rentang waktu sama yaitu selama tujuh hari. Ini semacam lomba tentu, yang nantinya akan ada reward bagi peserta beruntung pilihan. Di dua tantangan menulis kemarin saya terseok di pertengahan dan berakhir belum beruntung. Meski begitu, senang-senang saja, sebab bisa memenuhi 'tugas'. Dengan kata lain, minimalnya saya berhasil menulis.

Lalu, tepat saat usai tantangan menulis kemarin, tantangan dari Blogger Muslimah muncul. Lalu, dengan pedenya saya mendaftar. Lalu, saya terseok lagi, bingung hendak "menyiarkan" apa, karena tidak seperti tantangan akhir bulan lalu yang ditentukan topik bahasannya, ODOP ini dibebaskan, terserah peserta hendak menulis apa. Lalu, lebih mblengernya adalah karena:

Pertama. Saya mesti super curi waktu untuk mengetik tulisan. Setiap hari saya berencana membuat tulisan di pagi hari, antara pukul 9 hingga 11. Tapi agaknya hanya sukses di hari pertama. Sisanya, nyatanya jam segitu saya berkutat dengan si kecil dan urusan rumah. Terus plan B untuk menulis di siang hari pun gugur.

Dan seperti sekarang inilah, pada akhirnya saya bisa ketak-ketik di HP, di layar message. Right here right now. Tengah malam. Dengan tetap menyicil, dari pukul 22 hingga pukul 24 kurang sampai menyeberang ke pukul 1 atau 2. Menyicil, sebab sembari bolak balik menyusui.

Dua hingga tiga malam lalu, ada kala saya tidak bisa tahan. Badan lelah minta jatah. Bablas terlelaplah saya. Esoknya, tulisan belum rampung. Dan, karena mata diajak membuka sampai lewat tengah malam ini, "body not delicious", flu, dkk terjadi juga.

Kedua. Pilihan mengetik lintas tengah malam ini pun ada alasan dan tujuannya. Saya cuma punya kuota tengah malam. Tepatnya, dari pukul 24-12. Di jam-jam tersebutlah kuota saya berjaya. Di jam-jam sisanya, kuota tersedia hanya sekian ratus mega byte. Jadi, cuma bisa bertahan sekitar 2-3 hari dari mulai diisi. Hi hi. Dan, aktivitas pagi ceria otomatis kerap membuat jam kuota tadi banyak terlewat. Baru jelang jam habis, antara pukul 11an saya paksa sempatkan diri ngoprek HP dan setor. Ahh, belum seberapa chaos bukan? Dibandingkan mom blogger lainnya? Hm, omong-omong, untuk postingan berikutnya saya sudah punya bahan nih. Tentang novel. Lengkapnya tunggu besok. Harapannya sih jangan sampai tunggu tengah malam lagi. Sekian curhatan mblengernya saya. Belum setengah bulan padahal yaaa, sudah hampir tumbang saja. Oh, jangan deh.



Cirebon, Wednesday in very early morning, 9 August 2017

#ODOP8
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Selasa, 08 Agustus 2017

Mewaspadai Pesan yang Mengancam

Bismillahirrohmaanirrohiim.

Salaam Sobat,

Masih ingat sekian tahun lalu ada beberapa postingan di media sosial yang isinya berupa tulisan kabar-kabar seputar kejadian aneh atau penting atau berbau mistis atau seolah agamis? Yang dalam hitungan detik menuai like and share ratusan bahkan ribuan.

Apa pasal? Ada pesan 'super' di dalamnya, yang menggerakan jari pembacanya meng-klik tombol like and share tersebut. Pesan yang mengancam. Sehingga, alih-alih berbagi memang bersebab niat baik, yang ada dan tanpa sadar adalah karena ketakutan. Takut bilamana tidak melakukan apa yang dipinta dalam pesan, ancaman yang mengutuk tadi akan benar-benar terjadi pada kehidupan si pembaca. Naudzu billah.


Saya kira hal seperti ini sudah usai. Tidak ada lagi yang percaya mentah-mentah dengan pesan "kebaikan" tersebut. Tapi, nyatanya sekian hari lalu saya menerima pesan mirip-mirip yang dulu menyebar di medsos. Bedanya kali ini via WhatsApp.

Apa yang saya lakukan? Abai. Bukan berarti saya tidak peduli dengan amanat baik yang disampaikan. Tapi ketika kemudian amanat itu diikuti ancaman, kutukan bila tidak menyebarkan ke orang dengan jumlah yang ditentukan lalu sebaliknya akan peroleh keuntungan, bahkan ajaibnya disebutkan pada hari apa, bila melakukan. Sayang, masih ada yang menurut dengan hal menyeret seperti ini.

Ada poin-poin yang saya cermati terkait pesan berantai sejenis di atas:

1. Menuntut agar dikirim/disebar kembali ke sejumlah orang.
2. Mengutuk/mengancam bila diabaikan dengan 'hukuman' hidup yang buruk, sampai-sampai bisa tahu hingga sekian tahun.
3. Menjanjikan akan mendapat rezeki, keuntungan, kebaikan, setelah satu hari, atau pada hari H.
4. Mengatasnamakan tuhan.

Bila Sobat juga mencermati, betapa semua poin itu mengerikan. Ya, mengerikan selagi yang mengirim dan menyebar pesan tersebut adalah manusia, tapi seolah tahu segala. Seolah berhak memutuskan siapa akan selamat dan siapa akan celaka. Naudzu billah tsumma naudzu billah.

Kalaupun hendak berbagi pesan kebaikan, tak ada hak bagi kita sebagai insan biasa memberi rizki dan bala pada lainnya. Sebab, semua adalah kuasa Allah semata. Semoga kita tidak tergelincir ya, Sobat. Patuh terhadap pesan seperti ini. Astaghfirulloh. Allohu'alam bishowwab.

Cirebon, 8 Juli 2017

#ODOP7
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Entry for
Blogger Muslimah

Senin, 07 Agustus 2017

Tempat Belanja Favorit

Bismillah

Salaam Sobat,

Sebagai seorang perempuan, sesibuk apapun aktivitas kita di luar rumah atau meski di rumah saja, kegiatan belanja terutama belanja sayur dan kebutuhan dapur takkan bisa dihindari. Malah terkadang jadi agenda yang menyenangkan. Di mana letak menyenangkannya, sih? Yuuk, sebentar lagi kita bahas. Eiih, please deh Bundi masa hal remeh begini jadi blog post sih? Well, Dear, semenjak menjadi seorang Blogger Muslimah (heheu, pedi-percaya diri) justeru hal kecil bisa berpotensi jadi tulisan. Hehehe.

Back on the screen, ya.

Bahwa manusia itu butuh hiburan benar adanya. Dan, sebab kita seorang muslimah, hiburan pun jangan asal hiburan semata. Kegiatan belanja bahkan bisa jadi hiburan. Saya menyadari sendiri, begitu menikah ditambah kemudian dikaruniai 'momongan', sulit sekali untuk bisa benar-benar melakukan hal disukai, untuk 'having time only for myself'. Bahkan, tampaknya, meski kini saya tidak berkegiatan di luar, sebutlah tidak ngantor alias di rumah saja, kerjaan seputar rumah terkadang (atau malah sering) membuat diri penat.



Jadi, kerjaan sederhana semisal belanja, bisa jadi hiburan bagi saya. Taruhlah walau hanya sekian langkah ke depan rumah, sebab belanjanya di bakul sayur keliling, bisa membuat fresh. Buang pikiran negatif dengan melihat angin yang bertiup, langit, bunga-bunga tetangga. :D Plus bertemu sesama ibu rumah tangga.

Belanja di penjual sayur keliling, saya jadikan favorit. Berhubung jika ke pasar lumayan jauh. Lagipula, mahmud seperti saya, dirasakan oleh diri sendiri kurang cocok kalau ke pasar. Bukan karena takut kotor, ketempelan bau atau bila hujan takut becek. Lebih disebabkan pasar itu luas, kerap membuat bingung dengan lekak lekuknya. Lebih tepatnya juga yang membuat takut adalah "uang". Hehe. Logikanya, begini kalau belanja di pasar (apalagi pasar super a.k.a swalayan) belanja tak mungkin sedikit. Ujungnya, duit pun tidak bisa bawa sedikit.

Maka dari itu, saya cenderung 'tenang' dengan belanja di bakul sayur keliling. Bila sudah akrab, malah bisa dapat bonus atau diskonan. Terus semisal salam sereh dan daun bawang bisa gratis. Ya, tentu dengan jumlah sekadarnya ya. Sesuatu banget, kan ya?

Kemasan yang sudah berupa bungkusan pun membuat simpel, misal perlu membagi-bagi ini untuk sekarang, ini untuk besok. Di bakul sayur keliling dengan uang kurang dari lima belas ribu rupiah bisa beli sayur mayur yang fotonya ada di bawah ini. Begitulah. Selain itu, bagi saya dengan belanja seperlunya setiap hari, menghindari sayur mayur busuk juga. Jadi, tak mubazir jatuhnya.



Bagaimana dengan buibu sekalian? Di mana tempat belanja favoritmu?


Cirebon, 7 Juli 2017

***

#ODOP6
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Minggu, 06 Agustus 2017

Permainan dan Kenangan Anak Ingusan

Bismillah

Salaam Sobat, 
Ketemu lagi sama Dinu ya. Masih di channel one day one posting challenge dari Blogger Muslimah. Kali ini ingin membahas salah satu mainan jaman dulu, yang lumayan favorit, terutama di kalangan anak perempuan. Nah, kalau Sobat semua lirik gambar di bawah ini, itulah clue-nya.

Sumber: Facebook


Ada yang menyebut BP, entah sampai kini saya belum paham singkatan dari apa. Tapi saya lebih senang menyebutnya orang-orangan saja.

Lihat gambar ini muncul, semula dari salah satu postingan di Facebook. Dan langsung mengingatkan saya ke zaman anak-anak dulu.

Dulu, ayah saya--biasa saya panggil Abah, kerap bolak-balik Cirebon-Bandung. Awalnya hanya karena urusan pekerjaannya. Semakin ke sini, barangkali Abah melihat anak-anaknya sering main orang-orangan yang gambarnya di atas tadi. Sehingga, suatu hari dan sekian kali berikutnya dia pulang sembari membawa banyak mainan, termasuk si BP. Sampai berjumlah beberapa lembar. Supaya anak perempuannya tidak melulu ke warung membeli BP, mungkin demikian maksudnya.

Lalu, ide pun muncul. Melihat gambar yang dibawa dari Bandung banyak jenisnya, variatif. (Kalau tidak salah ada seri bertema kerajaan, pangeran dan putri begitu deh). Maka, atas saran orangtua saya pun menjual ke teman-teman. Memanfaatkan momen sebab sedang booming. Apalagi, koleksi yang ada di saya menarik-menarik.

Lucunya, berhubung yang jual pun senang banget dengan orang-orangan itu, jadi sebelum buka lapak, dipilih-pilih dulu mana yang bagus. Tiap tema saya pilih satu hingga dua lembar, dan saya simpan di atas lemari belajar. Baru sisanya dijual. Haha. Kelakuan anak-anak. Tapi dari kisah ini, saya jadi yakin, berdagang dan jualan-jualan itu memang sudah saya sukai dari kecil.

Cirebon, 6 Juli 2017

#ODOP5
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia


Sabtu, 05 Agustus 2017

TIPS Masak Hemat Garam

Salaam Sobat. Masih dalam rangkaian ODOP Blogger Muslimah, tulisan kali ini juga masih berkaitan dengan garam. 


Menyambung setelah ditemui kondisi tak ada garam di kisah saya sebelumnya. Ada Tips ala ala saya, bagaimana menghemat penggunaan garam. Jadi, karena berdasar kondisi dapur pribadi, contoh masakan pun benar-benar yang sering plus biasa saya olah. Bisa ketebak agaknya yaa. ^_^

1. Hampir setiap hari, menu goreng tempe atau tahu ada di rumah. Sehari tidak menemukan mereka, maka keesokannya dipastikan harus dapat. Nah, biasanya tempe/tahu yang akan digoreng direndam dalam air garam dulu kan. Lebih sedap memang kalau dicemplung juga bawang putih dan atau bawang merah ke rendaman tadi. Ada aroma lebih. Tapi, kalau sudah buru-buru dan seringnya juga sebab ingin simpel, hanya garam. Itupun sudah enak. ^^


                    


Poinnya adalah saat membuat air rendaman, buat air agak banyakan. Maksudnya, air bergaram ini tidak hanya untuk sekali pakai, tapi maksimalnya bisa untuk tiga kali. Jadi, usahakan juga agar tidak banyak meninggalkan remah saat mengiris tempe/tahu. Sehingga, ketika dimasukkan ke air garam, tidak membuat 'kotor' sebab remah alias protolan tadi. Selanjutnya, diusahakan juga saat mengambil potongan tempe/tahu jangan sampai menyebabkan cuil. Jika sudah simpan air garam dalam wadah yang ada tutupnya. Plus berstatus food grade. Simpan di dalam lemari es. Air garam untuk rendaman ini di sesi akhir, bisa digunakan untuk ikan atau udang. Jadi, pastikan bahan makanan jenis yang berbau anyir mendapat giliran terakhir.

2. Saat mengolah masakan lainnya, seperti oseng atau sayur, garam yang ditambahkan adalah--berasal dari air rendaman tadi jika baru dibuat, jika perlu menaburkan yang baru secukupnya saja. Thoh, masakan terlalu asin kan tidak baik.

3. Tahu biasanya cenderung lebih agak lama dapat bertahan untuk membuat air rendaman "good looking" dibandingkan tempe. Sementara ada jenis "tempe muda" yang memang enaknya digoreng kering. Cuma, struktur doi ini cepat protol. Nah, kalau ingin menggoreng tempe muda, mau tak mau mesti dicelup di air yang super sedikit, garami seperlunya, sesuai kondisi air. Yang kira-kira tidak akan membuat sisa. Jadi, dibuat pas. Alhasil tidak membuang banyak garam. Semoga bisa tertangkap maksudnya ya, Sobat.

Bagaimana dengan masakan lain? Well, itu sebijak-bijaknya kita. Misal, nasi goreng--yang juga menu andalan kami--sementara garam langka buatnya nasi goreng kecap. Lalu sambal, jika itu sambal terasi tak perlu digarami lagi, sebab dalam (kebanyakan) terasi sudah mengandung garam (ini diketahui karena saya suka iseng nyuilin terasi ^^). Semoga, meski agak-agak absurd, tips ini bermanfaat. Semoga kita selalu sehat wal afiat. :)


Cirebon, 5 Juli 2017

#ODOP4
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Jumat, 04 Agustus 2017

Garam Langka (Jangan) Mati Gaya

Bismillah

Meski terlambat--semalam kebablasan while breastfeeding my Kaizen--tetap melanjutkan tantangan ODOP dari Blogger Muslimah untuk hari ketiga. :)

Apapun berita, kabar, isu, topik hangat, info lomba, trend hingga tanda pagar yang heboh, hampir selalu saya ketahui dari media sosial. Jadi, biarpun tak ada teve, selagi masih pegang hape, bisa tahu ape aje. Hehe.


Garam Cap Kapal
Garam yang biasa saya pakai. Tinggal segitu.


Tentang garam, bahwa mereka langka, semula saya kira sekadar "ramai-ramai" biasa. Lalu, Rabu kemarin, mengingat persediaan garam tinggal setengahnya saya berniat beli. Beberapa kebutuhan dapur semacam gula, garam, minyak biasa saya re-stock sebelum benar-benar kandas.

Dengan tujuan hanya cari garam (sekaligus tes kebenaran kabar), saya ke satu warung. Bukan yang dekat rumah, sengaja ke warung yang agak jauh, dekat jalan raya. Si ibu pemilik warung ini, jika pagi menjual sayur mayur juga.

"Habis, Neng! Terus, nggak nyetok lagi." Ujar si ibu cepat, begitu saya bertanya. Barangkali, sudah ada sekian orang yang mencari dan berarti dia sudah sekian kali juga menjawab dengan kata sama. "Sekarang garam yang biasanya harga 1500 itu, jadi 5000!" Susulnya.

What?! Saya kaget juga, asli, sungguh. Tiga kali lipat lebih. Kalau sebelumnya dengan uang lima ribu rupiah, bisa terbeli menu sederhana tempe, tahu dan garam (misal habis), sekarang cuma garam thok.

Pulang dari warung tersebut, saya coba mampir ke warung lain. Bisa disebut toko sih ya, sebab agak besar. Begitu lihat bapak empunya warung tengah rapi-rapi dagangan, segera saya tanya.

"Wadduuu! Garam tuh sedang susah. Nggak ada, Bu." Jawabnya lirih, dengan nada prihatin. Saya berlalu, pulang. Tidak lagi ke warung manapun. Dalam hati; ini berarti serius jika garam langka. Dan saya harus menemukan cara agar tidak mati gaya.

Cirebon, 4 Juli 2017

#ODOP3
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia 

Kamis, 03 Agustus 2017

Cara Keluar Dari Dalam Kubur

Bismillah

Foto mainan Bilal, take by himself


Sobahul khoir, Sobat.

Anak-anak memang kerap membuat kejutan, ya? Entah itu sikapnya, celotehnya atau keduanya sekaligus atau bahasa dan bahasan yang dia angkat. Ada yang membuat senang, sedih pun "wow". Bisa juga campur-campur. Seperti yang baru saya alami berikut.

Malam lusa kemarin, saya dibuat speechless oleh si kakak--a child who rarely appear, yang cerita-cerita soal dia jarang saya paparkan ke dunia luar, ke khalayak umum, bahkan tetangga, hanya jika perlu saja. Namun, satu atau dua hal pernah saya tulis di blog ini. Bisa dicari. :)

Jadi, malam Senin itu mulut saya sudah entah berapa kali berseru supaya dia segera tidur, biar tidak terlambat bangun paginya. Tapi si anak cuma glapak-glupuk saja, tanpa respon. Badannya sudah posisi berbaring di kasur, sembari memeluk bantal Mc Queen. Tapi dari matanya jelas pikirannya tengah menerawang, ekspresinya kening berkerut dan agak manyun.

"Kakak, kenapa sih, kok belum merem juga?" Penasaran, meski dalam keadaan mengantuk saya ajak ngobrol saja.

"Hmmm, aku tuh sedang mikir kalau nanti sudah jadi kakek-kakek..." diam sekitar tiga detik, "terus meninggal. Bagaimana?"

Mendengar jawaban si kakak gantian saya yang mikir. Jawaban berujung tanya tersebut saya putar ulang, masih sambil menatap dia.

"Semua orang itu pasti meninggal, Kakak...." ujar saya akhirnya, "bukan cuma kakek-kakek," jeda lagi, saya kira saya harus menjelaskan perlahan, dengan kalimat-kalimat pendek. Sekian bulan sebelumnya, Aki saya, uyutnya--yang dia panggil dengan sebutan kakek juga--meninggal dan rumah neneknya menjadi rumah duka. Bahkan dia ikut serta ke makam. Selang kurang lebih 2 bulan setelah itu, kabar meninggal sempat dia dengar lagi, adik dari uyutnya tadi. Barangkali, itulah mengapa dia pikir jika sudah kakek-kakek, lalu meninggal.

"Memang anak kecil juga bisa meninggal?" Pertanyaan baru, yang kemudian membuat saya memaparkan bahwa entah itu kakek-kakek, nenek-nenek, bapak-bapak, ibu-ibu, om, tante bahkan saya sebut bayi, bisa meninggal. Sambil menguatkan hati, sebab tema ini membuat saya jadi sensitif. Membuat berpikir kelak apa saya siap ditinggal atau siap meninggalkan. Tak bisa memilih. Ingat bagaimana Aki wafat saja bisa membuat air tumpah dari mata.

Lalu, jeda lagi, membiarkan si kakak belajar mencerna kalimat yang saya lontarkan. Setelah itu, tanpa saya sangka sendiri, saya lanjut dengan menjelaskan jika sesudah meninggal nanti, semua orang akan dibangkitkan oleh Allah. Semua orang akan hidup lagi. Baiklah, jika tema tentang ini harus jadi yang paling pertama yang kami diskusikan, lanjut. Begitu, pikir saya.

Tiba-tiba si kakak menyahut dengan nada bicara lebih tinggi. Merasa 'surprise'.

"Hyeee! Bisa hidup lagi? Bagaimana cara keluar dari kuburnya?!"

Dasar emak-emak aneh, saya malah tertawa seketika itu juga. Pasalnya, dia mengatakan kalimat tadi dalam tone unik diiringi gesture tangan mencakar-cakar. Lucu, makanya saya tertawa. Dan, demi melihat raut wajahnya yang kurang suka dan aneh dengan reaksi yang muncul, saya pun mencoba berhenti tertawa. Tapi gaya bicara plus gerakan tangannya yang masih membayang, menggelitik saya lagi.

Kebingungan, saya pilih tepok-tepok sang ayah yang sudah lelap di samping saya. Membangunkannya.

"Yah, hey! Melek dulu dong. Ini bantu jawab pertanyaan anakmu, nih." Tepok-tepok lagi. Sayang si ayah cuma "hngggg" dan tetap tidur. "Ask the audience" yang gagal. Ibarat ujian, tema yang saya pelajari adalah tentang pertanyaan Allah ada di mana? Lalu ternyata, soal yang muncul "bagaimana cara keluar dari kubur, saat kelak kita hidup lagi?"

Lalu, pada si kakak yang tampak menunggu jawaban, saya sampaikan saja dengan jujur.

"Bundi belum tahu jawabannya nih, nanti ya Bundi cari dulu." Dia mengangguk.

Dalam bayangan, saya menepuk jidat. Benar-benar PR nih. Really really have no idea. Kondisi semi mengantuk, meski tadi sempat tertawa, membuat otak memerintahkan "continue the conversation next time" lanjut tidur. Duh, maafkan emakmu ini, ya, Boy?

2 Agustus 2017

#ODOP2
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Blogger Muslimah

Selasa, 01 Agustus 2017

Mencari Motivasi

Motivasi Ikut ODOP Blogger Muslimah

Bismillah.

Lebah: Mengambil yang bermanfaat.
Memberi yang bermanfaat



Saya sedang menantang diri sendiri, kembali, untuk menulis. Sebab itulah, ketika Blogger Muslimah menggulirkan agenda One Day One Post selama bulan Agustus ini, saya memberanikan diri daftar. Ada beberapa poin lagi yang menjadi sebab saya mengikuti ODOP ini.

1. Ingin menghidupkan lagi kegiatan menulis di blog. Setelah melahirkan hingga hampir setahun, saya tak banyak menulis. Bahkan untuk mengedit satu cerita anak pun sulit mencuri waktu. Lalu sekarang baby sudah berusia 12 bulan, saya merasa jika tidak dipaksakan curi-curi waktu, bisa-bisa saya akan benar-benar lupa bagaimana menulis. Dan agaknya, menulis di blog bisa jadi awal belajar menulis kembali.

2. Sejujurnya, sejak ikut join dalam grup Blogger Muslimah, saya sangat amat sangat jarang aktif, sehingga dengan para anggotanya pun tak terlalu banyak yang kenal. Selain yang sudah kenal sebelumnya. Jadi, motivasi lain dari ikut ODOP ini, saya berharap bisa memiliki lebih banyak teman, khususnya sesuai dengan nama grup, teman-teman muslimah. Berharap juga, peroleh manfaat--sekaligus turut sumbang manfaat--yang tak sekadar "have fun" melalui tulisan.

3. Selanjutnya adalah lebih ke ingin menantang diri sendiri. Menjajal kemampuan diri dalam menulis. Bahwa saya masih layak untuk meneruskan berkecimpung di dunia aksara ini.

Mohon dukungan, semoga tantangan Agustus ini bisa saya lalui, hingga akhir. Lalu selanjutnya, dapat lebih konsisten menulis, termasuk di blog, meski tanpa tantangan dan iming-iming di belakangnya. :)

1 Agustus 2017

#ODOP1
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Blogger Muslimah