Rabu, 07 Juni 2017
Adzan Maghrib Romadhon
Romadhon, sang bulan puasa, bulan primadona jika boleh saya sebut, sudah berjalan sepertiganya. Sekarang, sebagai informasi, saat ini diketik sudah memasuki tanggal/hari ke-10 Romadhon. Dan saya yang memang kerap teringat banyak hal semasa kecil dulu, khususnya momen-momen Romadhon, kali ini teringat dengan almarhum Aki dan "adzan Maghrib-nya".
Sudah merupakan pemahaman global (dan ini sesuai dengan yang disyariatkan), jika waktu mulai berpuasa adalah secara simpelnya sejak adzan Shubuh berkumandang hingga adzan Maghrib.
Adzan Shubuh sebagai batas waktu selesainya sahur, yang di lingkungan kita 7-10 menit sebelumnya diisyaratkan melalui sirine. Dengan maksud supaya bersiap berhenti makan-minum dan tidak terlalu mepet ke adzan Shubuh.
Lalu kita pun secara reflek, bila adzan maghrib berkumandang, buru-buru menghadapi makanan atau mengambil gelas untuk minum.
Dan suatu hari di satu bulan Romadhon, adzan maghrib akhirnya berkumandang. Ketika itu kami sudah liburan dan berkumpul di rumah Aki.
Begitu "Allohu Akbar... Allohu Akbar..." kami para cucu bahkan orangtua kami seketika beranjak dari duduk yang menyebar. Meninggalkan kesibukan (atau keasyikan?) masing-masing. Gempita dan serentak menuju meja besar di mana bergelas-gelas takjilan terhidang.
Salah satu dari kami mengajak Aki untuk bangkit. Aki yang sedang duduk di kursi favoritnya (selalu di kursi paling ujung dekat pintu) lalu merespon, "Adzan itu panggilan untuk sholat. Bukan panggilan makan-minum". Hening. Kami membisu. Tidak ada yang berani membantah. Sebab, memang benar adzan merupakan ajakan untuk sholat. "Hayya 'ala sholah... Marilah kita sholat..." bukan "hayya nakul... hayya nasyrob...", "marilah kita makan... marilah kita minum...".
"Tapi kan, tanda berbuka puasa yang berarti boleh makan dan minum, dicirikan dengan adzan Maghrib tersebut?" Kami para cucu sempat berbisik-bisik. Sembari jadi malu sebab semangatnya bukan main kala menyeruput dan menyendoki es buah. Sementara Aki setelah terpekur mendengar adzan hingga selesai bangkit menuju belakang, ke kamar kecil atau sumur, entah yang mana tepatnya. Tapi tentu untuk berwudhu.
Kami kasak-kusuk soal Aki. Minimal ya membatalkan puasa dulu, begitu pikir para orangtua kami.
Hari ini, kenangan soal adzan Maghrib itu jadi pengingat. Betul adzan maghrib pertanda sahnya makan minum. Tapi mengingat waktu sholat maghrib yang cukup singkat, memang baiknya adalah sekadar membatalkan, minum segelas air dan kurma (jika ingin mengikuti sunnah Rosululloh). Jadi, jangan sampai terlalu bernafsu, lalu tahu-tahu... maghrib usai, sholat lalai. Astaghfirulloh.
Saya pun kadang, apalagi posisi sekarang ini tengah menyusui, sesudah adzan selekasnya minum. Dari air putih, susu, dan jika ada sirup bercampur buah. Lalu dilanjut makan, baru sholat.
Teringat almarhum Aki soal ini, kala saya tersadar betapa nafsunya saya "balas dendam". Romadhon kurang lebih masih ada 2/3 lagi. Ada kesempatan untuk benahi cara berbuka puasa. Buka sekadarnya untuk membasahi kerongkongan dan ganjal perut. Nanti usai maghrib dan isya (terawih) kegiatan isi perut itu toh bisa dilanjut lagi.
Bagaimana dengan busui nih? Ya, tentu bisa diatur, misal harus diisi nasi, barangkali setengah porsi dulu mesti cukup. Ketimbang minum-makan hingga sepuasnya, lalu sholat terburu-buru sebab mepet ke isya. :'(
Semoga tulisan yang sesungguhnya untuk pengingat dan dalam rangka menasihati diri sendiri ini, bisa bermanfaat juga untuk teman sekalian yang membaca. :)
Allohu'alam bishshowwab.
Cirebon, 5, 6, 7 Juni 2017
#NulisRandom2017
(untuk) Hari ke-5
#CatatanRomadhon1438H
Label:
#NulisRandom2017,
1438 H,
adzan maghrib,
almarhum Aki,
kenangan,
Romadhon
Minggu, 04 Juni 2017
Yang Terbata Eja A Ba Ta
Menemui anak yang juga mengalami kekurangan dalam hal kelancaran berbicara (hm, bahasanya berputar banget untuk mengganti kata 'speech delay', karena sesungguhnya tidak berani juga untuk menyimpulkan, benar atau tidaknya, khawatir salah -_- ).
Entah apakah orangtuanya mengetahui atau tidak. Awalnya mengira dia hanya 'cadel', tapi seiring pertemuan demi pertemuan, langsung ngeh 'ini kurang lebih kasus yang sama'. Bisa jadi juga, orangtuanya semacam saya yang kurang pengetahuan dan telat menyadari.
Mungkin juga dipengaruhi oleh struktur giginya, menambah banyak kosa kata yang kurang bisa dipahami awam. Maka saya melakukan teknik yang sama padanya: membuat wajah dan matanya fokus untuk menatap gerak bibir, mencontohkan satu dua pelafalan huruf hijaiyah. Jangankan hijaiyah, alfabet biasa saja cukup menguras energi otak. Apalagi untuk huruf semisal tsa. Dan hari ini kami sibuk melafalkan huruf ja (sulung dari kembar tiga yang punya titik di perut) yang selalu ia baca 'sa' (huruf tsa sendiri ia baca 'sta'.dlsb).
Memperlihatkan posisi lidah sedemikian rupa, sudah merupakan perjuangan tersendiri.
Saat akhirnya dia bisa (tentu belum sempurna betul, dan entah nanti dia masih ingat atau tidak), saya puji dia, dengan kegirangan yang luar biasa juga, dengan senyum lebar, mata pun saya pastikan berbinar. Dan dia hanya tersenyum kecil, tersipu. Dalam hal ini saya harus 'mesra' dengannya. Untungnya, kala itu, si pencemburu tidak ada. Misal ikut mendampingi, bisa rusak 'kemesraan' kami. And case not closed yet, perjuangan masih akan berlanjut.
Tiba-tiba pula saya teringat kala menuntun si pencemburu, untuk belajar iqro. Suara yang kurang bersemangat di balik punggung ada saja.
"Howwalaaa. Memang sudah bisa?"
Memang kali pertama yang dalam beberapa kali pertemuan, dia (sosok kedua, si pencemburu) malah mengganggu Mas-Mba yang lain, memukul satu-dua di antara mereka (yang maksudnya adalah membela seseorang yang dianggap teman). Alhasil karena hal itu, kunjungan belajar ditangguhkan, sambil perlahan diberi arahan. Sebenarnya, di rumah pun tentu diajari, tapi pilihan untuk ikut belajar dengan teman lainnya diambil berhubung kalau di rumah dapat diprediksi akan lebih teralihkan pada mainannya. Selain alasan berikutnya tentu untuk sosialnya. Sekarang si pencemburu itu, sudah lulus jilid 1. Bukan prestasi yang wah barangkali jika dibandingkan yang lain. Tapi, tetap itu satu prestasi tersendiri untuknya.
Dan dua anak ini, mendapat doa yang sama. Semoga kelak mereka menjadi generasi yang cerdas dan berakhlak mulia. Untuk itu, torehan pun tak bisa hanya sekali dua. Seusia mereka mulai (mau) belajar iqro saja sudah sesuatu (beberapa kali mogok, beberapa kali lainnya sambil menyiurkan 'Rayuan Pulau Jawa'). Karena bahkan saya sendiri baru belajar saat usia sekolah dasar.
Jadi teringat pula dengan motto paling perdana: Jadikan kekuranganmu sebagai kelebihanmu. Lagi-lagi, dengan memiliki kekurangan, kita akan berempati dengan kekurangan pada selain kita. So, baby boys, keep moving forward!
Mei 2015 - 4 Juni 2017
*Tulis ulang dengan suntingan
#CatatanGuruEkskul
#NulisRandom2017
Day 04
Selasa, 28 Maret 2017
Tentang Sesuatu di Rahimku
Sunatullah,
dan memang seperti inilah kita sebagai manusia. Masih kanak ingin cepat menjadi
orang dewasa. Saat lajang berharap segera ada yang meminang. Lalu apa yang
dinanti-nanti setelah menikah; memiliki pasangan hidup? Tentu kehadiran sang
buah hati. Namun, untukku perihal satu ini agaknya ada sedikit ujian dari Sang
Maha.
Aku
adalah anak pertama, sangat wajar bila orangtua manaruh harap dan
menunggu-nunggu kehadiran cucu. Terutama ibu, apalagi dengan kondisi di mana
teman-temannya telah menimang cucu beberapa. Itu menjadi suatu rasa yang sulit
diungkap. Sementara suami berposisi sebagai bungsu dan satu-satunya anak lelaki
dalam keluarganya. Keluarganya? Tentu sama menanti dan bisa jadi lebih dari
itu, meskipun sudah ada cucu yang hadir lebih dulu. Pandangan tentang cucu dari
anak lelaki selalu ditunggu sepertinya masih berlaku.
Kami
sendiri pun bukan tanpa ikhtiar agar dikaruniai buah hati. Sampai-sampai, suami
yang bekerja di atas kapal pesiar asing berani mengambil keputusan besar. Dia
akhirnya memilih keluar dari tempatnya bekerja. Pulang untuk seterusnya ke
Indonesia. Ada pendapat; bisa jadi kami belum kunjung dikaruniai titipan berupa
anak sebab jarang bertemu, kerap terpisah ribuan kilometer dan dalam masa yang
tidak sebentar. Untuk itulah dia mengalah. Banting setir, beralih berwiraswasta,
membuka usaha sendiri: kios herbal. Tahun itu, usaha tersebut memang tengah
naik daun. Maka, tak ada salahnya kami mencoba. Sementara aku tetap melanjutkan
menjadi pegawai negeri di sebuah intansi kepemerintahan.
Setahun
dua tahun, kondisi masih tetap sama. Hingga pertanyaan demi pertanyaan mulai
memampiri benak. Ada di mana masalah bersarang? Siapa? Apa ada sesuatu dengan
rahimku? Demi menemukan jawab, kami pun mulai berkonsultasi dengan dokter kandungan.
Memeriksakan ini-itu. Seputar kesuburan dan semacamnya. Hasillnya? Secara umum
kami baik-baik saja. Tidak ada masalah yang perlu dikhawatirkan soal itu. Baiklah…
barangkali kaitannya memang hanya soal waktu yang tepat. Namun, aku dan suami
sepakat tetap menjadwalkan pertemuan dengan dokter kandungan.
Di
antara usaha yang belum terlihat hasilnya, berbagai nasihat keagamaan
berdatangan. Aku simak sedemikian rupa, membuka hati dan pikiran agar sampai
dengan baik. Tentang memperbanyak istighfar, perkuat doa, sering bersedekah dan
sebagainya. Kami bahkan praktikkan semua hal itu. Selagi itu baik, kami tidak
ragu mencoba. Barangkali dengan menyeimbangkan ikhtiar dari dua dimensi akan
berbuah hasil.
Dan…,
iya hari itu tiba! Ketika ‘datang bulan’ meleset jauh dari jadwalnya. Ketika
testpack—benda paling fenomenal usai menikah—membentuk dua garis merah. Dalam
hati, aku jingkrak-jingkrak merasakan kegembiraan. Kegembiraan dari sebuah
penantian yang sama terpancar juga dari wajah suamiku, si calon ayah. Ada
semangat baru muncul, mengiringi hari-hariku bekerja. Ada alasan menyenangkan
untuk melalui setiap detik dengan ceria. Aku akhirnya akan menjadi seorang ibu,
sebagaimana para wanita lain. Dan morning sickness, ahh begini rupanya
sekumpulan rasa itu. Aku teramat “exciting”. Sampai kemudian menjelang usia
kehamilan 8 minggu, ada tugas yang mengharuskanku bepergian ke kota lain.
Aku
kelelahan pulang dari sana. Kecapaian sangat yang kemudian menyebabkan pendarahan.
Sedikit, kupikir tidak terlalu bahaya. Tapi sekian menit kemudian, darah semakin
menderas lalu… disusul segumpalan yang rasanya bagai terjatuh begitu saja dari
perutku. Meluncur turun, menyusul kepingan darah sebelumnya. Bayiku? Itu calon
bayiku!
Segera
menuju rumah sakit, itu yang ada di kepala suami. Lalu, meski pedih dan semakin
pedih begitu yang disangkakan benar terjadi, aku mesti menjalani rawat inap.
Rahimku dibersihkan. Entah, apa harus merasa lega atau apa, sebab kejadian itu
meluruhkan sekaligus segumpal janinku. Sehingga tidak perlu banyak tindakan
untuk rahim ini, hanya pembersihan sisa-sisa yang masih menempel di dinding
rahim. Sungguh, tetap saja itu membuatku sakit. Dan kemudian pasrah adalah
satu-satunya yang mesti kulakukan terhadap musibah ini.
Saat
itu, ada saja ucapan yang mampir ke telinga.
“Kalau
sudah keguguran, biasanya nanti cepat hamil lagi.”
Entah
itu mitos atau hanya sekadar kalimat untuk menghibur. Aku hanya mengaminkan
lirih dalam lelah akibat menangis dan sakit. Aku diminta agar bed-rest total
saat itu.
Barangkali
Allah memang hendak menguji kesabaranku dan suami. Barangkali inilah
karunia-Nya yang sempurna dan terindah. Barangkali inilah keajaiban. Benar,
sekian bulan paska sesuatu dalam rahimku meluruh, aku dinyatakan positif. Ada
calon janin lagi dalam rahimku. Dan, belajar dari kejadian sebelumnya, aku
diperintahkan bed-rest total, lagi, oleh dokter. Aku benar-benar tidak
diperkenankan mengerjakan banyak hal. Kandunganku rapuh, dan itu mesti
dikuatkan, dan aku dalam masa-masa rawan tersebut tidak boleh bekerja sampai
kandunganku sudah cukup kuat untuk kubawa serta. Suami pun menjadi ekstra
hati-hati. Iya, setelah apa yang terjadi ditambah uraian ini-itu dari dokter,
tak ada alasan untuk membantahnya. Termasuk obat-obat yang mesti kuminum, yang bahkan menyimpannya saja ada perlakuan khusus; harus dalam lemari pendingin. Apapun, ikhtiar demi keselamatan kami; aku dan calon bayiku.
Empat
tahun, masa penantian itu. Dan, barangkali masih ada yang lebih lama dari kami
dalam menanti kehadiran buah hati. Tetap saja itu adalah kumpulan jutaan detik,
di mana aku sering terbayang tangan mungil yang meraih-raih wajahku, yang
kudekap dan jaga meski harus bertaruh nyawa. Dan kini, empat tahun dari hari
itu… sesuatu di rahimku telah bertumbuh, berkembang. Alhamdulillah atas segala
sesuatu, untuk semua nikmat yang Maha Pengasih turunkan. Segala hal adalah atas
kehendak-Nya. Dan apapun bentuknya, entah sedih entah senang, manusia tetap
harus berprasangka baik terhadap rencana-Nya.[]
*Berdasar
kisah yang dialami kerabat dekat. Ditulis dengan seijinnya. Untuk
berpartisipasi dalam #GADianOnasis di sini
Jumat, 17 Juni 2016
Uang Lagi, Lagi-lagi Uang
Ketika
Si Miskin ditawari satu di antara dua pilihan: sekolah gratis atau uang tunai?
Hampir semua memprekdiksikan bahwa ia akan lebih memilih uang. Mengapa
demikian? Karena bagi dia hal yang penting detik itu adalah uang. Mana saat
mendapatkan uang, dia dapat membeli hal-hal yang diinginkannya
dan paling khusus, dia bisa membeli makanan: membuat perutnya kenyang. Sehingga
dia tidak lemas, pun cemas mati kelaparan.
Karena
pikirnya, bila dia memilih sekolah gratis, itu takkan berarti apa-apa. Tidak
terlintas bahwa ilmu begitu penting, bahwa usai menamatkan pendidikan dia punya
kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan baik. Apa gunanya belajar
jika perut dalam keadaan “terkapar”? Maka akhirnya, hal utama dan pertama adalah
perut kenyang, tidak keroncongan.
Jadi,
tak bisa dipungkiri di dunia ini semua perlu uang. Semua yang dimaksud meliputi
semua insan dan semua sisi kehidupan. Tak ada uang? Jangan berkeinginan
macam-macam! Barangkali seperti itu kurang lebih secara kasarnya. Maka dari itu, menilik contoh kasus di atas, ada baiknya kalangan
lain yang minimal dalam sehari masih bisa makan tiga kali, plus dengan lauk pauk cukup menarik, mestilah lebih bersyukur dan bijak
saat hendak “membuang” uang-uangnya.
Entah
Anda seorang kepala keluarga, ibu rumah tangga atau bahkan masih seorang
mahasiswa/i, kelolalah uang yang Anda punya. Bagi yang tiap bulannya rutin
menerima gaji, “setoran”, atau “honor”,
begitu terima gaji segera pos-kan uang tersebut sesuai tujuannya. Maksudnya
adalah sebelum uang Anda dihabiskan untuk beberapa hal, amankan terlebih dahulu
untuk pengeluaran penting seperti membayar tagihan air-listrik; sewa rumah atau
kamar; makan-minum sehari-hari; SPP sekolah anak, dan lain sebagainya.
Jadi, pastikan Anda mempunyai beberapa amplop ukuran sedang dan tuliskan beberapa
pengeluaran rutin bulanan termasuk juga biaya tak terduga pada setiap amplop.
Misalnya:
Amplop
1, tulisi untuk: gas, air gallon, beras.
Amplop
2 : tagihan air dan
listrik
Amplop
3 : bensin
Amplop
4 : SPP/iuran sekolah,
tabungan anak
Amplop
5 : belanja harian,
Dan
seterusnya. Bisa lebih banyak atau kurang (diringkas, bahkan bisa jadi hanya satu amplop/tempat simpanan) sesuai pengeluaran Anda
masing-masing. Lalu, pada tiap-tiap amplop tersebut, ambil contoh amplop “Belanja”,
bila perkiraan setiap hari mengeluarkan 20.000 ribu rupiah, maka untuk sebulan Anda
harus mengamankan 600.000 rupiah di dalamnya. Cara yang sama juga berlaku untuk
amplop-amplop lainnya.
Lalu
bagaimana bila penghasilan kita tak tentu? Tidak rutin sebulan sekali dapat
uang, tidak seperti yang berstatus pegawai kantoran? Misal yang berprofesi
sebagai ‘freelancer’? Entah itu penulis, editor, illustrator, atau lainnya.
Dalam sebulan uang yang didapat bisa jadi lebih besar dari pegawai kantoran
tadi, tapi di lain hari bisa juga lebih sedikit, hingga minim bahkan.
Pengelolaan
uang kita tentu harus lebih ketat lagi. Peng”aman”an uang melalui sistem
“pos”ing seperti di atas barangkali akan lebih sedikit jumlah amplopnya, bagi
menjadi 2 atau 3 amplop saja barangkali. Buat satu amplop “EXTRA” untuk
menyimpan uang berlebih dalam sebulan itu saat kita mendapat honor yang
berlimpah atau lebih banyak dari biasanya. Ini dalam rangka mengantisipasi
keadaan yang akan datang, saat honor-honor kita terlambat dibayar atau mungkin
saat sepi orderan. Amplop extra ini bisa jadi berupa rekening tabungan di bank.
Pertama
memperoleh “setoran”, bagi uang kita untuk setiap sepertiga bulan atau per
minggu. Yang paling menjadi inti dalam situasi seperti ini, adalah kita harus
konsistesten dengan keadaaan keuangan kita. Bila kita hanya memperoleh 500.000
rupiah, berarti setiap minggunya hanya boleh mengeluarkan 125.000 rupiah.
Jangan tergoda untuk membeli benda-benda yang dapat menguras isi kantong.
Lalu
bagaimana bila ternyata kurang? Bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
harian sekalipun? Ini berarti, kita harus mempunyai cadangan sumber penghasilan
lain dari freelance tadi, yaitu kerja
part time atau apapun sesuai
kapasitas kita. Resiko yang harus ditepati adalah mengenai waktu tidur atau
santai yang harus lebih banyak dikorbankan demi ketepatan menyelesaikan
orderan-orderan tersebut. Sehingga terhindar dari hari kosong tanpa uang.
Semoga
kita, Anda dan saya terhindar dari hari tanpa memiliki uang untuk ditukar
dengan beras, minyak, buah, ikan ataupun cemilan. Semoga kita dihindarkan dari keadaan kefaqiran, sebab nasihat agama mengatakan itu dapat mendekatkan pada kekufuran. Amiin. Wallohu'alam.
Rabu, 27 April 2016
Mendadak Give Away 2 Biondy Alfian
Selamat Good Morning, Frens!
Ternyata ketika saya melangsungkan tulisan ini, digital clock Nyonya Laptop berangka 00:08. Dan ini blogpost lanjutan dari SINI ya ...
Ish, ish, ternyata GA buku dadakan by Biondy Alfian ada dua (2). Yang belum tahu soal GA 1, bisa tengok ke link di atas itu.
Kalau Mendadak GA pertama bertajuk Fantasi, Mendadak Give Away kedua ini bertema IMPULSIF. Tetap masih berkaitan dengan buku ya. Hanya, kali ini berupa 3 novel Bahasa Inggris! (Kalau saya sih sudah bilang 'wow'). Penasaran apa saja judulnya? Saya kasih bocoran ya, Frens. Here they are ... (langsung ngInggris deh kan ...)
1. The Accidental Tourist
2. The Satan Bug
3. The Snake
Penulisnya? Duh, mata saya ndak bisa baca, sebab tulisannya kecil. Ketahuan kan, kalau info judul bukunya hasil dari nrawang foto? :)
Lagi-lagi misal beruntung kalian bisa boyong ketiga novel in English tersebut. Iya, pemenang cuma akan dipilih satu untuk mendapatkan 3 buku sekaligus. Syarat dan ketentuannya masih sama ya, Frens. Perlu saya ingatkan nih, berdasar pengalaman kegaptekan pribadi, pastikan kalian isi 5 kolom Rafflecopter-nya, ada di dalam blogpost-nya juga. Hati-hati bukan helikopter lho, ya. Percaya sih, kalau Frens sekalian tidak se'polos' saya, hiii, yang mana mesti dua kali kunjungan baru 'ngeh'. :D
Seperti biasa, for more details, straight to click this link ...
Cc: Mas Bondy Alfian, fotonya--yang di entri link 1 dan ini--ikut copy ya? Terima kasih banyak.
Sebelumnya saya panggil Kak Kirei, duh maaf, asal panggil berdasar nama blog tuh. Sekali lagi maaf dan terima kasih. :)
Ternyata ketika saya melangsungkan tulisan ini, digital clock Nyonya Laptop berangka 00:08. Dan ini blogpost lanjutan dari SINI ya ...
Ish, ish, ternyata GA buku dadakan by Biondy Alfian ada dua (2). Yang belum tahu soal GA 1, bisa tengok ke link di atas itu.
Kalau Mendadak GA pertama bertajuk Fantasi, Mendadak Give Away kedua ini bertema IMPULSIF. Tetap masih berkaitan dengan buku ya. Hanya, kali ini berupa 3 novel Bahasa Inggris! (Kalau saya sih sudah bilang 'wow'). Penasaran apa saja judulnya? Saya kasih bocoran ya, Frens. Here they are ... (langsung ngInggris deh kan ...)
1. The Accidental Tourist
2. The Satan Bug
3. The Snake
Penulisnya? Duh, mata saya ndak bisa baca, sebab tulisannya kecil. Ketahuan kan, kalau info judul bukunya hasil dari nrawang foto? :)
Source&Credit: Biondy Alfian's |
Lagi-lagi misal beruntung kalian bisa boyong ketiga novel in English tersebut. Iya, pemenang cuma akan dipilih satu untuk mendapatkan 3 buku sekaligus. Syarat dan ketentuannya masih sama ya, Frens. Perlu saya ingatkan nih, berdasar pengalaman kegaptekan pribadi, pastikan kalian isi 5 kolom Rafflecopter-nya, ada di dalam blogpost-nya juga. Hati-hati bukan helikopter lho, ya. Percaya sih, kalau Frens sekalian tidak se'polos' saya, hiii, yang mana mesti dua kali kunjungan baru 'ngeh'. :D
Seperti biasa, for more details, straight to click this link ...
Cc: Mas Bondy Alfian, fotonya--yang di entri link 1 dan ini--ikut copy ya? Terima kasih banyak.
Sebelumnya saya panggil Kak Kirei, duh maaf, asal panggil berdasar nama blog tuh. Sekali lagi maaf dan terima kasih. :)
Selasa, 26 April 2016
Mendadak Give Away 1
Selamat Good Night, Frens ... :)
Apa yang terlintas tiba-tiba di benak kalian begitu mendengar kata 'Mendadak '?
Kalau saya, entah mengapa nih, radha jadul, mesti keingetan judul film. Iya, ituuu ... 'Mendadak Dangdut'. Hehe.
Nah, ini juga datangnya bersifat tiba-tiba alias ujug-ujug suddenly gitu ... tapi gak ada hubungan dengan dangdut ya. Ujug-ujug suddenly yang ini berupa Give Away buku. Buku? Iya, buku. Kalau Frens sekalian termasuk dalam barisan cinta baca, penggila buku dan quiz dapat buku gratiz, pasti dengar info macam ini saja sudah 'kalap'. Apalagi kalau syaratnya masih bisa dijangkau jari-jari. (Padahal yang begini saya ... ^^)
Oke, GA buku apaan sih, emangnya?
Mendadak GA yang pertama ini berupa novel-novel bergenre FANTASI:
Apa yang terlintas tiba-tiba di benak kalian begitu mendengar kata 'Mendadak '?
Kalau saya, entah mengapa nih, radha jadul, mesti keingetan judul film. Iya, ituuu ... 'Mendadak Dangdut'. Hehe.
Nah, ini juga datangnya bersifat tiba-tiba alias ujug-ujug suddenly gitu ... tapi gak ada hubungan dengan dangdut ya. Ujug-ujug suddenly yang ini berupa Give Away buku. Buku? Iya, buku. Kalau Frens sekalian termasuk dalam barisan cinta baca, penggila buku dan quiz dapat buku gratiz, pasti dengar info macam ini saja sudah 'kalap'. Apalagi kalau syaratnya masih bisa dijangkau jari-jari. (Padahal yang begini saya ... ^^)
Oke, GA buku apaan sih, emangnya?
Mendadak GA yang pertama ini berupa novel-novel bergenre FANTASI:
- Cinder - Marissa Meyer
- Ther Melian: Recollection - Shienny M. S.
- A Reaper of Stone - Mark Gelineau & Joe King
Kalau Frens sekalian beruntung, bisa mendapatkan 3 novel di atas sekaligus dari Biondy Alfian si empunya hajatan. Tiga-tiganya, lho. Hmm, macam mana tidak akan kalap, tho?
Tentu ada S-K a.k.a syarat dan ketentuan yang berlaku ya, Frens. Detilnya kunjungi langung link berikut, ya? Ada review novelnya barangkali ingin tahu dulu.
Good luck but Wish Me Luck! ^_^
[RESENSI] Gado-gado Petualangan
Judul
buku: Best Adventure, Kumpulan 11
Cerpen Petualangan Terbaik Lomba Cerpen Nasional Faber-Castell 2014
Penyusun:
Tim Faber-Castell
Kategori:
Fiksi/Kumpulan Cerpen
Penerbit:
Bhuana Sastra (Imprint dari Penerbit BIP)
Tahun
terbit: 2015
ISBN
10: 602-394-004-8
ISBN
13: 978-602-394-004-2
Ketika
mendengar kata ‘adventure’ atau ‘petualangan’, yang muncul di kebanyakan benak
adalah tentang menjelajah negeri atau dataran yang benar-benar baru, mendaki
gunung dan semisal itu. Petualangan jugalah yang dijadikan tema Lomba Cerpen Nasional Faber-Castell tahun
2014 lalu. Kini tulisan para pemenang berbagai kategori lomba mulai dari A, B,
C, Tulisan Terbaik hingga ‘Like’ Terbanyak tersebut sudah berbentuk buku dan
dapat dinikmati. Membacanya membuat kita tahu, bahwa ‘petualangan’ bukan melulu
hal-hal seperti yang disebut di atas tadi. Namun beragam, persis gado-gado.
Ruang Terakhir,
salah satu cerpen yang lolos, bahkan sangat tak disangka, berangkat dari
kejadian ‘sederhana’. Namun, gaya
penceritaan yang apik ala kisah misteri, sungguh-sungguh mengecoh sekaligus
membuat pembaca bertanya-tanya, hal mengerikan apa yang akan dialami tokoh aku.
Bahkan disebutkan juga di sana soal ‘berdarah-darah’. Dan semua disimpan dengan
sabar oleh penulisnya, Sisha, hingga
baru terkuak di akhir cerita.
Judul-judul
lainnya yang menarik seperti Phobia,
Lumpur Madura, Skizofrenia dan Lemariku,
Dunia Cokelatku.
Yang
sangat menarik dan berbeda dari buku ini adalah semua tulisan yang ada
merupakan asli tulisan tangan penulisnya sendiri. Yang memang syarat utama
lomba. Bahkan ‘Kata Pengantar’ pun berupa tulisan tangan Manager Faber Castell
sendiri. Dan tulisan tangan pemenang kategori Tulisan Terbaik sungguh sangat
indah.
Terakhir,
buku kumpulan cerpen ini mungkin bisa jadi tempat berkaca dan belajar bagi
teman yang hendak mengikuti Lomba Faber Castell terbaru. ^^[]
Peresensi: Dini Nurhayati, Sleman –
D.I.Y
Langganan:
Postingan (Atom)