Sabtu, 12 Agustus 2017

Mempelajari Ujaran Orang Yogyakarta

Mempelajari Ujaran Orang Yogyakarta

Bismillah

Salaam Sobat, pripun kabare? Alhamdulillah apik, nggih? Sampun keselip setunggal dino ing "One Day One Posting" Blogger Muslimah, kulo kedah ngrapel seratan. Nggih salajengenipun, kulo ijin nganggo Bahasa Indonesia mawon, nggih? Sabab dereng ngertos sedaya kalimat. Nyuwun pangapuntenipun menawi wonten kalepatan.

Di tulisan episode ini, sebagaimana judul yang tersemat, saya hendak sedikit berurai (tanpa air mata) beberapa ujaran yang saya temui di awal-awal tinggal di Yogyakarta (tepatnya Kab Sleman), dan saya pelajari kemudian sekarang sesekali diikuti.


Nanti Nggak

Sebelumnya, ke manapun saya pergi, kebanyakan orangtua berseru pada anaknya yang terdengar adalah seperti:

"Jangan naik-naik pohon, nanti jatuh!"

"Jangan jajan sembarangan, nanti sakit perut!"

Nah, ketika di Yogya, yang umum dikatakan justeru seperti ini:

"Jangan naik-naik pohon, nanti nggak jatuh!"

"Jangan jajan sembarangan, nanti nggak sakit perut!"

Berkali-kali mendengar, mulanya saya merasa aneh saat pola kalimat seperti tadi diucapkan seorang budhe. Begitu hal serupa saya dengar dari kebanyakan orangtua, pola 'Jangan-nanti nggak' ini menjadi menarik untuk diperhatikan.

Mungkin bagi beberapa yang membaca tulisan ini, terkesan saya terlalu berlebihan. Tapi, iya, saya diam-diam mencermati. Hingga sedemikian rupa dipikirkan mana yang lebih tepat.

Untuk kalimat pertama, sebab itu yang sudah biasa dan sering didengar, rasanya oke-oke saja; "Jangan naik-naik pohon" khawatirnya "nanti jatuh"; "Jangan jajan sembarangan" khawatirnya "nanti sakit perut". Iya, kan?

Lalu, pola kalimat kedua yang bedanya ada di kata "nggak", pada akhirnya saya pikir ini pun 'benar'. Lebih benar malah.

Sebab saya pikir negatif bertemu negatif menjadi positif. Kata "jangan" diselaraskan dengan kata "nggak" hasilnya ya "tidak akan terjadi apa yang dikhawatirkan".

"Jangan naik-naik pohon supaya nanti tidak jatuh"; "Jangan jajan sembarangan supaya nanti tidak sakit perut."

Dan yang paling final, saya menghubungkan ujung kalimat-kalimat tersebut dengan harapan, dengan doa.

"Nanti jatuh, nanti sakit, nanti kena duri" eeh malah iya kejadian; jatuh, sakit, kena duri.

Lalu membandingkan dengan "nanti ndak jatuh, nanti nggak sakit, nanti tidak kena duri", ini jadi semacam doa atau harapan.

"Jangan main api, nanti tidak kebakaran" kita pakai contoh kalimat lain. Tidak bermain-main dengan api, semoga tidak kebakaran.

"Jangan ganggu kucing yang sedang makan, nanti ndak kena gigit". Tidak mengganggu, mudah-mudahan tidak kena gigit. Begitu kiranya.


Cirebon, 12 Agustus 2017

#ODOP10
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia


Kamis, 10 Agustus 2017

3 Novel Negeri Must Go to Movie

3 Novel Negeri Must Go to Movie

Bismillah

Salaam Sobat,

Seperti janji saya di postingan sebelumnya, kali ini saya akan cuap-cuap soal novel asli karangan pengarang Indonesia that I want it goes to movie badly. Hehehe. Versi saya tentu, ya. Baiklah ini dia:

1. Tahta Nirwana
Novel yang berkisah tentang perjalanan, pertempuran dan rumitnya hubungan Sannaha dan Purandara. Dan kisah mereka berkaitan plus bersinggungan dengan Puteri Kerajaan Pasundan, Dyah Pitaloka.

Dengan latar dan setting waktu masa kerajaan Nusantara, seperti Majapahit, novel ini saya bayangankan akan menjadi film bernuansa klasik dan epik yang beda. Lebih seru lagi dan menjadi utuh jika dilengkapi sekaligus dengan novel seri Pitaloka lainnya, yang merupakan sequelnya. Tasaro, penulis novel ini, bahkan sudah apik dalam memilah kata-kata, kalimat untuk dialog para tokohnya, sehingga sangat filmis.

2. Tentang Kamu
Novel karangan siapa? Yup, Tere Liye. Sebuah kisah perjalanan lagi. Seorang Zaman Zulkarnaen mesti menelisik kisah hidup seorang perempuan, yang merupakan klien dari tempat dia bekerja.

Setting yang banyak, berlompatan dari negara ke negara, akan membuat seru film ini nantinya. Dengan nuansa dan tema film petualangan-detektif, kisah Sri Ningsih ini pun layak "dihidupkan".

3. The Road to the Empire
Sebuah novel oleh Sinta Yudisia. Beberapa pembaca senior sastra bahkan sempat mengira jika kisah perjuangan Takudar Khan ini adalah karya penulis luar, bukan penulis dalam negeri. Saya juga sempat baca, dulu novel ini diharap-harap pula agar bisa diadaptasi ke layar lebar. Sayang, konon kendalanya banyak. Semisal, mencari latar yang di sepanjang kisah dominan padang pasir. Tapi agaknya masa-masa sekarang bisa saja ditemukan solusinya. Dengan efek, CGI dan lainnya, saya kira Takudar Khan bisa "dihidupkan". Dan seperti cerita Sannaha, ini pun akan lebih utuh dilengkapi dengan menyertakan juga sequel dan prequel dari novelnya. Saya bayangankan bakal keren banget. Filmnya akan ala Hollywood. Dari sejak pertama membaca ini hingga detik ini, saya tetap kesengsem dan "ngidam" sangat novel ini goes to movie.

So, common para produser, bikin mereka jadi film. Please! ^_^




Cirebon, 10 Agustus 2017

#ODOP9
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Rabu, 09 Agustus 2017

Curhat (Bukan) Blogger Blenger

Sumber: Facebook

Salaam Sobat,

Tidak sangka sudah tujuh hari saya mengikuti One Day One Posting yang merupakan salah satu program Blogger Muslimah. Itu berarti sudah tujuh juga tulisan yang saya buat sebagai blog post.

Sebelumnya, saya sempat mengikuti tantangan menulis juga. Dua tantangan menulis dengan rentang waktu sama yaitu selama tujuh hari. Ini semacam lomba tentu, yang nantinya akan ada reward bagi peserta beruntung pilihan. Di dua tantangan menulis kemarin saya terseok di pertengahan dan berakhir belum beruntung. Meski begitu, senang-senang saja, sebab bisa memenuhi 'tugas'. Dengan kata lain, minimalnya saya berhasil menulis.

Lalu, tepat saat usai tantangan menulis kemarin, tantangan dari Blogger Muslimah muncul. Lalu, dengan pedenya saya mendaftar. Lalu, saya terseok lagi, bingung hendak "menyiarkan" apa, karena tidak seperti tantangan akhir bulan lalu yang ditentukan topik bahasannya, ODOP ini dibebaskan, terserah peserta hendak menulis apa. Lalu, lebih mblengernya adalah karena:

Pertama. Saya mesti super curi waktu untuk mengetik tulisan. Setiap hari saya berencana membuat tulisan di pagi hari, antara pukul 9 hingga 11. Tapi agaknya hanya sukses di hari pertama. Sisanya, nyatanya jam segitu saya berkutat dengan si kecil dan urusan rumah. Terus plan B untuk menulis di siang hari pun gugur.

Dan seperti sekarang inilah, pada akhirnya saya bisa ketak-ketik di HP, di layar message. Right here right now. Tengah malam. Dengan tetap menyicil, dari pukul 22 hingga pukul 24 kurang sampai menyeberang ke pukul 1 atau 2. Menyicil, sebab sembari bolak balik menyusui.

Dua hingga tiga malam lalu, ada kala saya tidak bisa tahan. Badan lelah minta jatah. Bablas terlelaplah saya. Esoknya, tulisan belum rampung. Dan, karena mata diajak membuka sampai lewat tengah malam ini, "body not delicious", flu, dkk terjadi juga.

Kedua. Pilihan mengetik lintas tengah malam ini pun ada alasan dan tujuannya. Saya cuma punya kuota tengah malam. Tepatnya, dari pukul 24-12. Di jam-jam tersebutlah kuota saya berjaya. Di jam-jam sisanya, kuota tersedia hanya sekian ratus mega byte. Jadi, cuma bisa bertahan sekitar 2-3 hari dari mulai diisi. Hi hi. Dan, aktivitas pagi ceria otomatis kerap membuat jam kuota tadi banyak terlewat. Baru jelang jam habis, antara pukul 11an saya paksa sempatkan diri ngoprek HP dan setor. Ahh, belum seberapa chaos bukan? Dibandingkan mom blogger lainnya? Hm, omong-omong, untuk postingan berikutnya saya sudah punya bahan nih. Tentang novel. Lengkapnya tunggu besok. Harapannya sih jangan sampai tunggu tengah malam lagi. Sekian curhatan mblengernya saya. Belum setengah bulan padahal yaaa, sudah hampir tumbang saja. Oh, jangan deh.



Cirebon, Wednesday in very early morning, 9 August 2017

#ODOP8
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Selasa, 08 Agustus 2017

Mewaspadai Pesan yang Mengancam

Bismillahirrohmaanirrohiim.

Salaam Sobat,

Masih ingat sekian tahun lalu ada beberapa postingan di media sosial yang isinya berupa tulisan kabar-kabar seputar kejadian aneh atau penting atau berbau mistis atau seolah agamis? Yang dalam hitungan detik menuai like and share ratusan bahkan ribuan.

Apa pasal? Ada pesan 'super' di dalamnya, yang menggerakan jari pembacanya meng-klik tombol like and share tersebut. Pesan yang mengancam. Sehingga, alih-alih berbagi memang bersebab niat baik, yang ada dan tanpa sadar adalah karena ketakutan. Takut bilamana tidak melakukan apa yang dipinta dalam pesan, ancaman yang mengutuk tadi akan benar-benar terjadi pada kehidupan si pembaca. Naudzu billah.


Saya kira hal seperti ini sudah usai. Tidak ada lagi yang percaya mentah-mentah dengan pesan "kebaikan" tersebut. Tapi, nyatanya sekian hari lalu saya menerima pesan mirip-mirip yang dulu menyebar di medsos. Bedanya kali ini via WhatsApp.

Apa yang saya lakukan? Abai. Bukan berarti saya tidak peduli dengan amanat baik yang disampaikan. Tapi ketika kemudian amanat itu diikuti ancaman, kutukan bila tidak menyebarkan ke orang dengan jumlah yang ditentukan lalu sebaliknya akan peroleh keuntungan, bahkan ajaibnya disebutkan pada hari apa, bila melakukan. Sayang, masih ada yang menurut dengan hal menyeret seperti ini.

Ada poin-poin yang saya cermati terkait pesan berantai sejenis di atas:

1. Menuntut agar dikirim/disebar kembali ke sejumlah orang.
2. Mengutuk/mengancam bila diabaikan dengan 'hukuman' hidup yang buruk, sampai-sampai bisa tahu hingga sekian tahun.
3. Menjanjikan akan mendapat rezeki, keuntungan, kebaikan, setelah satu hari, atau pada hari H.
4. Mengatasnamakan tuhan.

Bila Sobat juga mencermati, betapa semua poin itu mengerikan. Ya, mengerikan selagi yang mengirim dan menyebar pesan tersebut adalah manusia, tapi seolah tahu segala. Seolah berhak memutuskan siapa akan selamat dan siapa akan celaka. Naudzu billah tsumma naudzu billah.

Kalaupun hendak berbagi pesan kebaikan, tak ada hak bagi kita sebagai insan biasa memberi rizki dan bala pada lainnya. Sebab, semua adalah kuasa Allah semata. Semoga kita tidak tergelincir ya, Sobat. Patuh terhadap pesan seperti ini. Astaghfirulloh. Allohu'alam bishowwab.

Cirebon, 8 Juli 2017

#ODOP7
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Entry for
Blogger Muslimah

Senin, 07 Agustus 2017

Tempat Belanja Favorit

Bismillah

Salaam Sobat,

Sebagai seorang perempuan, sesibuk apapun aktivitas kita di luar rumah atau meski di rumah saja, kegiatan belanja terutama belanja sayur dan kebutuhan dapur takkan bisa dihindari. Malah terkadang jadi agenda yang menyenangkan. Di mana letak menyenangkannya, sih? Yuuk, sebentar lagi kita bahas. Eiih, please deh Bundi masa hal remeh begini jadi blog post sih? Well, Dear, semenjak menjadi seorang Blogger Muslimah (heheu, pedi-percaya diri) justeru hal kecil bisa berpotensi jadi tulisan. Hehehe.

Back on the screen, ya.

Bahwa manusia itu butuh hiburan benar adanya. Dan, sebab kita seorang muslimah, hiburan pun jangan asal hiburan semata. Kegiatan belanja bahkan bisa jadi hiburan. Saya menyadari sendiri, begitu menikah ditambah kemudian dikaruniai 'momongan', sulit sekali untuk bisa benar-benar melakukan hal disukai, untuk 'having time only for myself'. Bahkan, tampaknya, meski kini saya tidak berkegiatan di luar, sebutlah tidak ngantor alias di rumah saja, kerjaan seputar rumah terkadang (atau malah sering) membuat diri penat.



Jadi, kerjaan sederhana semisal belanja, bisa jadi hiburan bagi saya. Taruhlah walau hanya sekian langkah ke depan rumah, sebab belanjanya di bakul sayur keliling, bisa membuat fresh. Buang pikiran negatif dengan melihat angin yang bertiup, langit, bunga-bunga tetangga. :D Plus bertemu sesama ibu rumah tangga.

Belanja di penjual sayur keliling, saya jadikan favorit. Berhubung jika ke pasar lumayan jauh. Lagipula, mahmud seperti saya, dirasakan oleh diri sendiri kurang cocok kalau ke pasar. Bukan karena takut kotor, ketempelan bau atau bila hujan takut becek. Lebih disebabkan pasar itu luas, kerap membuat bingung dengan lekak lekuknya. Lebih tepatnya juga yang membuat takut adalah "uang". Hehe. Logikanya, begini kalau belanja di pasar (apalagi pasar super a.k.a swalayan) belanja tak mungkin sedikit. Ujungnya, duit pun tidak bisa bawa sedikit.

Maka dari itu, saya cenderung 'tenang' dengan belanja di bakul sayur keliling. Bila sudah akrab, malah bisa dapat bonus atau diskonan. Terus semisal salam sereh dan daun bawang bisa gratis. Ya, tentu dengan jumlah sekadarnya ya. Sesuatu banget, kan ya?

Kemasan yang sudah berupa bungkusan pun membuat simpel, misal perlu membagi-bagi ini untuk sekarang, ini untuk besok. Di bakul sayur keliling dengan uang kurang dari lima belas ribu rupiah bisa beli sayur mayur yang fotonya ada di bawah ini. Begitulah. Selain itu, bagi saya dengan belanja seperlunya setiap hari, menghindari sayur mayur busuk juga. Jadi, tak mubazir jatuhnya.



Bagaimana dengan buibu sekalian? Di mana tempat belanja favoritmu?


Cirebon, 7 Juli 2017

***

#ODOP6
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Minggu, 06 Agustus 2017

Permainan dan Kenangan Anak Ingusan

Bismillah

Salaam Sobat, 
Ketemu lagi sama Dinu ya. Masih di channel one day one posting challenge dari Blogger Muslimah. Kali ini ingin membahas salah satu mainan jaman dulu, yang lumayan favorit, terutama di kalangan anak perempuan. Nah, kalau Sobat semua lirik gambar di bawah ini, itulah clue-nya.

Sumber: Facebook


Ada yang menyebut BP, entah sampai kini saya belum paham singkatan dari apa. Tapi saya lebih senang menyebutnya orang-orangan saja.

Lihat gambar ini muncul, semula dari salah satu postingan di Facebook. Dan langsung mengingatkan saya ke zaman anak-anak dulu.

Dulu, ayah saya--biasa saya panggil Abah, kerap bolak-balik Cirebon-Bandung. Awalnya hanya karena urusan pekerjaannya. Semakin ke sini, barangkali Abah melihat anak-anaknya sering main orang-orangan yang gambarnya di atas tadi. Sehingga, suatu hari dan sekian kali berikutnya dia pulang sembari membawa banyak mainan, termasuk si BP. Sampai berjumlah beberapa lembar. Supaya anak perempuannya tidak melulu ke warung membeli BP, mungkin demikian maksudnya.

Lalu, ide pun muncul. Melihat gambar yang dibawa dari Bandung banyak jenisnya, variatif. (Kalau tidak salah ada seri bertema kerajaan, pangeran dan putri begitu deh). Maka, atas saran orangtua saya pun menjual ke teman-teman. Memanfaatkan momen sebab sedang booming. Apalagi, koleksi yang ada di saya menarik-menarik.

Lucunya, berhubung yang jual pun senang banget dengan orang-orangan itu, jadi sebelum buka lapak, dipilih-pilih dulu mana yang bagus. Tiap tema saya pilih satu hingga dua lembar, dan saya simpan di atas lemari belajar. Baru sisanya dijual. Haha. Kelakuan anak-anak. Tapi dari kisah ini, saya jadi yakin, berdagang dan jualan-jualan itu memang sudah saya sukai dari kecil.

Cirebon, 6 Juli 2017

#ODOP5
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia


Sabtu, 05 Agustus 2017

TIPS Masak Hemat Garam

Salaam Sobat. Masih dalam rangkaian ODOP Blogger Muslimah, tulisan kali ini juga masih berkaitan dengan garam. 


Menyambung setelah ditemui kondisi tak ada garam di kisah saya sebelumnya. Ada Tips ala ala saya, bagaimana menghemat penggunaan garam. Jadi, karena berdasar kondisi dapur pribadi, contoh masakan pun benar-benar yang sering plus biasa saya olah. Bisa ketebak agaknya yaa. ^_^

1. Hampir setiap hari, menu goreng tempe atau tahu ada di rumah. Sehari tidak menemukan mereka, maka keesokannya dipastikan harus dapat. Nah, biasanya tempe/tahu yang akan digoreng direndam dalam air garam dulu kan. Lebih sedap memang kalau dicemplung juga bawang putih dan atau bawang merah ke rendaman tadi. Ada aroma lebih. Tapi, kalau sudah buru-buru dan seringnya juga sebab ingin simpel, hanya garam. Itupun sudah enak. ^^


                    


Poinnya adalah saat membuat air rendaman, buat air agak banyakan. Maksudnya, air bergaram ini tidak hanya untuk sekali pakai, tapi maksimalnya bisa untuk tiga kali. Jadi, usahakan juga agar tidak banyak meninggalkan remah saat mengiris tempe/tahu. Sehingga, ketika dimasukkan ke air garam, tidak membuat 'kotor' sebab remah alias protolan tadi. Selanjutnya, diusahakan juga saat mengambil potongan tempe/tahu jangan sampai menyebabkan cuil. Jika sudah simpan air garam dalam wadah yang ada tutupnya. Plus berstatus food grade. Simpan di dalam lemari es. Air garam untuk rendaman ini di sesi akhir, bisa digunakan untuk ikan atau udang. Jadi, pastikan bahan makanan jenis yang berbau anyir mendapat giliran terakhir.

2. Saat mengolah masakan lainnya, seperti oseng atau sayur, garam yang ditambahkan adalah--berasal dari air rendaman tadi jika baru dibuat, jika perlu menaburkan yang baru secukupnya saja. Thoh, masakan terlalu asin kan tidak baik.

3. Tahu biasanya cenderung lebih agak lama dapat bertahan untuk membuat air rendaman "good looking" dibandingkan tempe. Sementara ada jenis "tempe muda" yang memang enaknya digoreng kering. Cuma, struktur doi ini cepat protol. Nah, kalau ingin menggoreng tempe muda, mau tak mau mesti dicelup di air yang super sedikit, garami seperlunya, sesuai kondisi air. Yang kira-kira tidak akan membuat sisa. Jadi, dibuat pas. Alhasil tidak membuang banyak garam. Semoga bisa tertangkap maksudnya ya, Sobat.

Bagaimana dengan masakan lain? Well, itu sebijak-bijaknya kita. Misal, nasi goreng--yang juga menu andalan kami--sementara garam langka buatnya nasi goreng kecap. Lalu sambal, jika itu sambal terasi tak perlu digarami lagi, sebab dalam (kebanyakan) terasi sudah mengandung garam (ini diketahui karena saya suka iseng nyuilin terasi ^^). Semoga, meski agak-agak absurd, tips ini bermanfaat. Semoga kita selalu sehat wal afiat. :)


Cirebon, 5 Juli 2017

#ODOP4
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia