7 Hari Tantangan Menulis Basabasi Store (LINE @zog5070k)
Masa sekolah dasar, di satu angkatan dalam satu kelas kala itu ada tiga anak perempuan mengandung nama yang sama; Dini. Meski kepanjangannya berbeda. Siapa salah satu dari tiga anak itu? Tepat saya sendiri. Lalu, entah sebab apa, guru kelas 4 kami mendudukkan kami dalam satu bangku. Bertiga paling depan. Lalu sepekan sekali, posisi murid-murid diputar, sehingga ada saatnya kami Trio Dini ini duduk berhadapan langsung dengan meja guru. Saya, yang ketika mengingat ini dulu ternyata biang ribut, tentu jadi berkurang keleluasaan untuk banyak tingkah. ^o^ Walau sebetulnya, ribut yang saya hasilkan, bersebab terganggu keributan teman-teman lelaki. Jadi, mereka ribut, berantem-beranteman di depan kelas, hingga saya jadi berteriak-teriak. Kadang, "berisiiik!" Lain kali, "diaaam!" Yang ditambahi dengan "kalian tuh yaa, nggak ngerti... bla bla bla... babibu babibu...". Benar, 'ceramah' ujungnya. Lalu, Dini lainnya sembari mengarah ke wajah saya jadi ikut berteriak "Dini! Kamu malah yang jadi berisik!". Heheu, chaos pokoknya.
Pernah lain waktu, di keadaan kurang lebih sama seperti tadi, saya, si Dini N seperti biasa sedang meneriaki anak-anak cowok berulah, dan sebelumnya mereka sempat mengganggu Dini S. Lalu, Dini S menangis. Lalu, Dini N, merasa harus membela teman, bertambah keras berteriak. Lalu... Dini J sibuk menghibur Dini S. Endingnya, Dini N shok, speechless gitulah, saat Dini J menanyai perihal sebab Dini S menangis. "Dininya berisik... hiks, hiks..." isaknya sambil menunjuk saya. Hehehe.
Begitulah. Sampai kami harus berpisah setelah lulus SD, karena masing-masing berbeda SMP. Saya kehilangan kontak total dengan Dini S. Namun tidak dengan Dini J. Ada amplop pemberiannya berisi: fotonya yang baru sembuh dari sakit, stiker nama dari majalah Bobo dan stiker tempel lainnya. Di buku ala ala diary, saya tampaknya sempat menyimpan juga alamat rumahnya. Maka, persahabatan kami kemudian berlanjut via surat. Jadi semacam sahabat pena saja.
Bertukar kabar terbaru via surat ini pun tak sangka bisa awet juga. Di salah satu surat kami berencana--tepatnya usulan dari Dini J--membuat klub eksklusif; DC. Akronim dari Dinny Club. Meminjam ide dari Disney Club ceritanya. Nah, saat itulah kami berdua teringat Dini yang lainnya. Namun, baik dia lebih-lebih saya benar-benar "clueless" soal keberadaan Dini S. Alhasil, kembali hanya kami berdua saja.
Jelang tamat SMP, kami masih surat-suratan. Saling cerita ini-itu, bahkan becanda dan saling ejek pun terjadi dalam tulisan surat tersebut. Hehe. Pindah status jadi anak SMA, kami masih bertukar surat. Sampai kemudian diketahui Dini J satu sekolah dengan kakak saya. Lalu, tring! Ide pun kelap-kelip. Kami lanjutkan berkirim surat dengan kakak yang jadi perantara. Bukan lagi Pak Pos. Hemat perangko deh kan? ^_^
Dan tibalah hari itu! Hari saat tiba-tiba saya ingin ikut kakak ke sekolahnya, di kegiatan sore entah apa. Hari saat tiba-tiba kakak berbaik hati membolehkan. Hari, yang setelah tiga tahun tak bertemu tak bertatap muka, ada detik yang membuat kami berpapasan.
Itu salah satu hari yang saya benci. Sebab, jika saja tahu akan bertemu sobat lama, saya tidak akan ke sana hanya dengan kaos olahraga almamater, pasti ganti baju. Bukan kaos olahraga bekas pakai. Tentu ada sisa keringat pelajaran olahraga sebelumnya yang meninggalkan jejak--oh tepatnya menyebabkan--bau di badan. Sehingga karena malu juga sekaligus minder barangkali, saya jadi berpura-pura tidak mengenali Sobat lama saya itu, yang sebelumnya memeluk dengan antusias, tersenyum. Kalau saja tidak minder dan malu, semestinya yang terjadi adalah setelah berpelukan, kami saling menggenggam tangan berlanjut dengan lompat-lompat memutar dengan wajah semringah, senang bukan main karena bisa bertemu usai 3 tahun hanya berbalas surat. Sayangnya yang terjadi bukan demikian. Meski sekian tahun berikutnya kami dipertemukan lagi melalui media sosial, kami tidak lagi akrab seperti sebelumnya.
25 Juli 2017