Bismillah
|
Foto mainan Bilal, take by himself |
Sobahul khoir, Sobat.
Anak-anak memang kerap membuat kejutan, ya? Entah itu sikapnya, celotehnya atau keduanya sekaligus atau bahasa dan bahasan yang dia angkat. Ada yang membuat senang, sedih pun "wow". Bisa juga campur-campur. Seperti yang baru saya alami berikut.
Malam lusa kemarin, saya dibuat speechless oleh si kakak--a child who rarely appear, yang cerita-cerita soal dia jarang saya paparkan ke dunia luar, ke khalayak umum, bahkan tetangga, hanya jika perlu saja. Namun, satu atau dua hal pernah saya tulis di blog ini. Bisa dicari. :)
Jadi, malam Senin itu mulut saya sudah entah berapa kali berseru supaya dia segera tidur, biar tidak terlambat bangun paginya. Tapi si anak cuma glapak-glupuk saja, tanpa respon. Badannya sudah posisi berbaring di kasur, sembari memeluk bantal Mc Queen. Tapi dari matanya jelas pikirannya tengah menerawang, ekspresinya kening berkerut dan agak manyun.
"Kakak, kenapa sih, kok belum merem juga?" Penasaran, meski dalam keadaan mengantuk saya ajak ngobrol saja.
"Hmmm, aku tuh sedang mikir kalau nanti sudah jadi kakek-kakek..." diam sekitar tiga detik, "terus meninggal. Bagaimana?"
Mendengar jawaban si kakak gantian saya yang mikir. Jawaban berujung tanya tersebut saya putar ulang, masih sambil menatap dia.
"Semua orang itu pasti meninggal, Kakak...." ujar saya akhirnya, "bukan cuma kakek-kakek," jeda lagi, saya kira saya harus menjelaskan perlahan, dengan kalimat-kalimat pendek. Sekian bulan sebelumnya, Aki saya, uyutnya--yang dia panggil dengan sebutan kakek juga--meninggal dan rumah neneknya menjadi rumah duka. Bahkan dia ikut serta ke makam. Selang kurang lebih 2 bulan setelah itu, kabar meninggal sempat dia dengar lagi, adik dari uyutnya tadi. Barangkali, itulah mengapa dia pikir jika sudah kakek-kakek, lalu meninggal.
"Memang anak kecil juga bisa meninggal?" Pertanyaan baru, yang kemudian membuat saya memaparkan bahwa entah itu kakek-kakek, nenek-nenek, bapak-bapak, ibu-ibu, om, tante bahkan saya sebut bayi, bisa meninggal. Sambil menguatkan hati, sebab tema ini membuat saya jadi sensitif. Membuat berpikir kelak apa saya siap ditinggal atau siap meninggalkan. Tak bisa memilih. Ingat bagaimana Aki wafat saja bisa membuat air tumpah dari mata.
Lalu, jeda lagi, membiarkan si kakak belajar mencerna kalimat yang saya lontarkan. Setelah itu, tanpa saya sangka sendiri, saya lanjut dengan menjelaskan jika sesudah meninggal nanti, semua orang akan dibangkitkan oleh Allah. Semua orang akan hidup lagi. Baiklah, jika tema tentang ini harus jadi yang paling pertama yang kami diskusikan, lanjut. Begitu, pikir saya.
Tiba-tiba si kakak menyahut dengan nada bicara lebih tinggi. Merasa 'surprise'.
"Hyeee! Bisa hidup lagi? Bagaimana cara keluar dari kuburnya?!"
Dasar emak-emak aneh, saya malah tertawa seketika itu juga. Pasalnya, dia mengatakan kalimat tadi dalam tone unik diiringi gesture tangan mencakar-cakar. Lucu, makanya saya tertawa. Dan, demi melihat raut wajahnya yang kurang suka dan aneh dengan reaksi yang muncul, saya pun mencoba berhenti tertawa. Tapi gaya bicara plus gerakan tangannya yang masih membayang, menggelitik saya lagi.
Kebingungan, saya pilih tepok-tepok sang ayah yang sudah lelap di samping saya. Membangunkannya.
"Yah, hey! Melek dulu dong. Ini bantu jawab pertanyaan anakmu, nih." Tepok-tepok lagi. Sayang si ayah cuma "hngggg" dan tetap tidur. "Ask the audience" yang gagal. Ibarat ujian, tema yang saya pelajari adalah tentang pertanyaan Allah ada di mana? Lalu ternyata, soal yang muncul "bagaimana cara keluar dari kubur, saat kelak kita hidup lagi?"
Lalu, pada si kakak yang tampak menunggu jawaban, saya sampaikan saja dengan jujur.
"Bundi belum tahu jawabannya nih, nanti ya Bundi cari dulu." Dia mengangguk.
Dalam bayangan, saya menepuk jidat. Benar-benar PR nih. Really really have no idea. Kondisi semi mengantuk, meski tadi sempat tertawa, membuat otak memerintahkan "continue the conversation next time" lanjut tidur. Duh, maafkan emakmu ini, ya, Boy?
2 Agustus 2017
#ODOP2
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia
Blogger Muslimah