Sabtu, 12 Agustus 2017

[KISAH] Ini Masalah Hati

Sumber: Facebook




Seorang pejabat tingkat kota mecurahkan segala perhatian pada putra kesayangannya. Terbayang, bila pergi ke suatu tempat dia lah yang selalu teringat. Bila melihat satu kesenangan, dia pula lah yang hadir lewat pelupuk mata, untuk dibawakan ini-itu. Taukah seperti apa gerangan anak ini? Tersebutlah bahwa sikapnya jauh dari santun, acap kali membuat orang tua mengelus-elus dada, ugal-ugalan, dsb. Apa si Ayah kecewa? Sepertinya tak ada di muka bumi ini orang tua yang senang dan tenang-tenang saja melihat anaknya melenceng dari jalur seharusnya. Meski tak tampak di luar, sesungguhnya di dalam remuk redam. Lalu? Ini masalah hati, walaupun kelakuan si anak amboi selalu meresahkan, perhatian dan kasih sayang tetap tak luput untuk diberikan. Apakah dia anak semata wayang? Tidak! Ada putra-putri yang lainnya. Malahan anak-anak si Pejabat yang lain ini bagi masyarakat sekitar - dan bagi orang tuanya tentu - tampak lebih menyenangkan. Selain sikapnya yang penuh sopan santun, prestasi selalu mereka ukir, tak banyak tingkah pula. Lagi-lagi ini masalah hati, ternyata se'hebat' apapun mereka tak membuat porsi kasih sayang si Pejabat bertambah pada mereka. Hmm, mendengar hal ini saya cuma bisa termenung. 



Dalam dunia pergaulan, hati juga yang menjadikan si A dekat dengan E dan bersahabat dengan U. Lalu tanpa harus konsperensi pers lagi mereka menjadi satu geng. Termasuk yang terjadi pada individu-individu lain saat mereka merasa lebih cocok bergabung dengan kelompok ini, kumpulan anu, grup itu, dan sebagainya. Terbukti dengan adanya bermacam-macam geng di dunia gaul kita. Kecondongan perasaan dalam hati rupanya memimpin sekali lagi. Maka akan ditemui (misalnya) ada 'geng motor', kelompok diskusi sastra Melayu, fans club Harry Potter, "group Blogger" tertentu, paguyuban penikmat kuliner, dlsb. Apakah yang menyatukan mereka disana? Hati. Ya, dalam bersahabat seseorang bisa memiliki multi geng dalam kesehariannya. Seperti hubungan antara kita dengan d’geng dan teman lainnya. Dan tidak berarti kita melulu bersama-sama terus dengan teman-teman geng ini. Namun dalam hal-hal tertentu entah mengapa pada mereka lah tempat kita berasyik ria mengobrol, saling curhat, jalan2 dan melakukan kegiatan bareng lain. Begitulah bila hati bicara. Hanya bagaimana cara diri kita saja yang pandai mengarahkannya agar hati dapat lebih cenderung gaul dengan geng bermutu. Itulah yang membedakan kekuatan kepribadian kita. Menyadari hal ini, saya pun kembali melamun. Terlintas tanya, bagaimana perasaan kawan lain yang tak kudekap tanpa hati?


Termasuk kisah Rosululloh. Dari seluruh istri Rosululloh saw, Siti Khodijah lah yang paling sering disebut-sebut kelebihan dan kebaikannya. Meski beliau telah lama berpulang ke Rahmatulloh. Sehingga – kita sangat tau dengan kisah ini – menimbulkan rasa cemburu teramat sangat dalam diri ‘Aisyah. Dan diantara para istrinya yang masih hidup (kala itu) ‘Aisyah lah teristimewa, yang mendapat rasa sayang lebih banyak dibanding istri-istri lainnya. Apakah istri Rosululloh yang lain tersebut tidak mempunyai kelebihan? Tidak tentu saja. Ini hanya masalah hati. Bahkan Rosululloh pun memiliki seseorang khusus yang hatinya lebih cenderung padanya. Ya, karena beliau saw pun seorang manusia.


Lalu, salahkah hati jika demikian? Rasanya tak adil mengetahui putra-putri si Pejabat yang berprestasi, hanya diperhatikan ‘ala kadarnya’ oleh ayah mereka. Juga untuk kasus yang sama yang terjadi pada putra-putri lain, dan jumlahnya lumayan. Agaknya tak nyaman di hati saat kita ingin dekat dengan seorang teman, namun ternyata dia tak ‘memilih’ kita untuk menjadi karibnya. Sepertinya ada yang keliru, bila ternyata istri-istri Rosululloh dengan rela dan ikhlas membiarkan ‘Aisyah mendapatkan kesempatan berlama-lama dengan Rosululloh saw lebih dari mereka. Sebentuk pengorbanan akan pemahaman hati. Kedengarannya menyedihkan bukan? Tapi sekali lagi, ini masalah hati. Tidak ada yang salah dengan hati sebagaimana yang terjadi pada cinta. Ini Cuma soal kecenderungan hati. Bila ternyata dari beberapa sisi kehidupan seperti contoh di atas – keluarga, sahabat, teman hidup – sedikit yang cenderung pada kita, tak perlu disalahkan. Protes kecil mungkin kadang terjadi dan bisa dilakukan. Namun jika tak mebuahkan hasil jangan kecewa. Sebisa mungkin pahami saja. 


Karena Hati tidak bisa dibohongi rupanya. Sebagaimana kala manusia dihimpit permasalahan hebat luar biasa (dan salah satunya mungkin persoalan diatas), hati secara jujur membutuhkan “the power” yang lebih dahsyat lagi dari bertubi-tubi masalah yang datang. Kekuatan dahsyat yang dapat membantunya. Keluar dari lorong gelap itu. Maka, ketika itu terjadi, hati dengan jujur akan meminta bantuan pada Sang Maha Memiliki Kekuatan tersebut – Alloh swt. Sehingga saat itu, manusia akan spontan ‘memanggil’ Robb-nya. Lalu bersimpuh. Menundukkan kepala. Mengalunkan permohonan lewat lantunan doa-doa panjang ditemani linangan air mata. Satu saja harapannya: agar satu-satunya tempat kepada siapa hatinya cenderung mengarah berkenan mengabulkan “proposal” si pemohon. Entah itu penyesalan dari sebuah kesalahan, penantian cinta ataupun pengharapan akan sebuah cita-cita. Wallohu’alam bishshowab... 



~salah satu tafakur diri ...~ 


Cirebon, 12 Agustus 2017

#ODOP12
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Blogger Muslimah

Obaa-san: Tentang Nenek Tercinta

Ada satu rumah yang bagiku merupakan rumah dimana tersimpan begitu banyak peristiwa dari zaman ke zaman. Rumah yang akan menjadi rumah kenangan. Rumah ini adalah rumah tempat Nenek dan Almarhum Kakek tinggal: berkegiatan dan merajut mimpi. Dari pernikahan mereka lahirlah seorang anak perempuan dan dua anak lelaki: Uwa, Bapak, dan Almarhum Paman. Aku suka dengan gaya rumah ini. Sederhana namun tak bosan dipandang mata. Atapnya tinggi dan temboknya kuat- ciri khas bangunan-bangunan peninggalan zaman penjajahan. Tanpa disadari karena rumah Kakek inilah aku bercita-cita memiliki sebuah rumah dengan atap yang tinggi sehingga udara (oksigen) yang berkeliaran di dalam rumah begitu banyak dan akan membuat nafas para penghuninya lega selalu.

Sejak Kakek masih hidup, sedikitnya setahun sekali keluargaku pulang kesini, momen yang digunakan biasanya saat libur Lebaran Idul Fitri. Hal itu dilakukan sampai sekarang. Ketika anak-anak Kakek sudah menjadi Kakek-Nenek, ketika cucu beliau bertambah jumlahnya menjadi sembilan, ketika kami empat dari cucu Kakek telah berkeluarga dan dikaruniai keturunan. Enam cicit Kakek kini.

Dan Nenek adalah satu-satunya penyimpan lengkap kenangan mengenai apa yang terjadi di rumah ini, berikut kotanya Cijulang yang pernah tak tersebutkan dalam peta Indonesia. Belakangan, ketika Cukang Taneuh yang kemudian dikenal dengan Green Canyon mulai dikenal penyuka travelling, namanya mulai tampak di peta Indonesia.

Namun, karena sakit yang diderita Nenek juga pikun, kisah-kisah yang dialami kakek-nenek mulai dari yang bertema perjuangan heroik sampai romansa kisah cinta tak bisa didengar langsung dari nara sumbernya dengan baik. Cerita-cerita ketika Nenek gadis dahulu terkadang terlontar begitu saja, meloncat-loncat dari satu cerita ke yang lainnya. Beberapa justru kami dengar dari luar. Ada satu teman senior seperjuangan Nenek yang pernah berujar bahwa di zamannya Nenek adalah primadona salah satu bagian desa di Cijulang, Cingirih namanya. Kulit Nenek yang putih bersih, tubuhnya yang semampai dan wajahnya yang ayu membuat beberapa pemuda beradu tanding untuk memperebutkannya. Sampai kemudian tinggallah dua orang pemuda yang masih bersaing ketat. Keduanya berbeda bertolak belakang. Namun pada akhirnya pilihan Nenek jatuh pada pemuda diam yang kalem, sederhana dan sedikit dingin. Dialah almarhum Kakek. Di usia senjanya jauh sebelum Nenek sangat pikun seperti sekarang ini, Nenek  masih suka bersikap romantis selayaknya pasangan muda saja. Tapi Kakek yang sebaliknya-tidak romantis- kerap ‘menolak’ perlakuan penuh cinta Nenek. “Sudah tua, malulah” begitu ujarnya.

Dari cara Nenek memoles diri, terlihat dia memang begitu menjaga penampilan sejak gadis. Meski telah berusia lanjut, wajahnya masih putih berseri. Ini rahasianya. Bedak yang digunakan untuk memupuri wajahnya adalah produk yang berasal dari ramuan alami. Sari Pohaci namanya. Bentuknya berupa butiran-butiran kecil lonjong berwarna putih. Dalam satu bungkus Sari Pohaci kira-kira ada sepuluh sampai dua puluh butir. Biasanya Nenek memindahkannya ke dalam wadah – yang aku ketahui kemudian adalah tempat krim rambut. Mungkin tempat krim rambut Kakek yang sudah habis atau tak terpakai. Setiap selesai mandi Nenek mamakai Sari Pohaci dengan cara meremukkan satu butir hingga lembut di tangan lalu dipoleskan ke seluruh permukaan wajahnya. Mengetahui aku tengah memerhatikannya, Nenek menawarkan padaku sambil hendak memulaskan Sari Pohaci yang masih ada di tangan. Aku menggeleng, menolak. Tapi di suatu hari aku diam-diam membuka wadah Sari Pohaci tersebut dan mencobanya. Fhuh, ternyata sama sekali tak wangi. Baunya biasa saja, aga apek malah. Mungkin justru di situlah letak asli dan alaminya.

Nenek masih bisa mengaji. Maksudnya walau sudah terbata-bata, irama dan lagunya ketika membaca AlQuran tetap mengalun teratur. Aku menebak-nebak, sepertinya lagu yang dilantunkan Nenek adalah dari tempat dia biasa ikut mengaji, bisa jadi sejak dia gadis dulu kala. Nenek sering menyebut-nyebut namanya: Kalang Sari. Irama mengaji yang khas, karena hanya aku dengar dari penduduk di desa Cijulang sana. Nenek juga masih melaksanakan sholat 5 waktu. Persis tepat waktu. Lalu pada setiap libur Lebaran berikutnya, kami mendapai sholat yang dilakukan Nenek begitu lama dan panjang. Ibu termasuk yang sering memerhatikan beliau.

“Nenek sholat udah lebih dari empat rokaat, lama pisan” kata ibu.

“Sama sholat sunnahnya mungkin, Bu” ujarku

“Masa digabung begitu…” balas Ibu.

Dan satu demi satu tahun berganti, bertambah. Nenek menjadi benar-benar lupa untuk sholat juga mengaji.
Ada satu yang kemudian termasuk Nenek senangi lakukan, yaitu menyanyikan sebuah lagu berbahasa Jepang. Agaknya ini adalah lagu yang diajarkan pada masa pendudukan Jepang terhadap Bangsa Indonesia dulu. Mungkin bukan hanya ini saja. Tapi entah, lagu inilah yang hanya diingat Nenek. Ingatan yang tiba-tiba muncul di tengah kepikunannya. Jika Nenek sedang merasa senang, dia akan begitu saja menyanyikannya. Kami para cucunya sampai terbawa hapal juga, saking seringnya Nenek bernyanyi.

Pada suatu malam terjadi pemadaman aliran listrik dadakan. Sesudah lampu-lampu tempel tergantung di tembok Kakak Sepupu pertama memancing Nenek untuk bernyanyi. Maka dengan spontan Nenek kembali mengalunkan lagu “Ooyashima” favoritnya diiringi kami cucu-cucunya yang ikut bernyanyi sambil bertepuk tangan. Kami bahkan sampai mengulangnya dua kali. Begitu selesai Nenek tertawa kecil senang. Semua yang ada pun bertepuk tangan sambil berekspresi senang. Setelahnya hanya terdengar helaan napas ringan dari beberapa kami. Dalam cahaya yang remang tersebut, sungguh aku melihat senyum-senyum yang tersungging itu berujung pada kesedihan. Ironi.

Aku sempat ber-andai-andai. Kalau saja Nenek sehat, kemungkinan besar aku akan berlama-lama bercengkerama dengannya. Bertanya banyak hal, apapun yang ingin aku ketahui. Kisah Nenek saat gadis yang ikut berjuang melawan penjajah. Berpindah-pindah tempat. Masuk ke hutan. Kisah cintanya dengan Kakek mungkin. Lalu lagu-lagu berbahasa Jepang yang selalu membuatku penasaran.


#Missing_So_Much :’(


Cirebon, 12 Agustus 2017



#ODOP11
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Mempelajari Ujaran Orang Yogyakarta

Mempelajari Ujaran Orang Yogyakarta

Bismillah

Salaam Sobat, pripun kabare? Alhamdulillah apik, nggih? Sampun keselip setunggal dino ing "One Day One Posting" Blogger Muslimah, kulo kedah ngrapel seratan. Nggih salajengenipun, kulo ijin nganggo Bahasa Indonesia mawon, nggih? Sabab dereng ngertos sedaya kalimat. Nyuwun pangapuntenipun menawi wonten kalepatan.

Di tulisan episode ini, sebagaimana judul yang tersemat, saya hendak sedikit berurai (tanpa air mata) beberapa ujaran yang saya temui di awal-awal tinggal di Yogyakarta (tepatnya Kab Sleman), dan saya pelajari kemudian sekarang sesekali diikuti.


Nanti Nggak

Sebelumnya, ke manapun saya pergi, kebanyakan orangtua berseru pada anaknya yang terdengar adalah seperti:

"Jangan naik-naik pohon, nanti jatuh!"

"Jangan jajan sembarangan, nanti sakit perut!"

Nah, ketika di Yogya, yang umum dikatakan justeru seperti ini:

"Jangan naik-naik pohon, nanti nggak jatuh!"

"Jangan jajan sembarangan, nanti nggak sakit perut!"

Berkali-kali mendengar, mulanya saya merasa aneh saat pola kalimat seperti tadi diucapkan seorang budhe. Begitu hal serupa saya dengar dari kebanyakan orangtua, pola 'Jangan-nanti nggak' ini menjadi menarik untuk diperhatikan.

Mungkin bagi beberapa yang membaca tulisan ini, terkesan saya terlalu berlebihan. Tapi, iya, saya diam-diam mencermati. Hingga sedemikian rupa dipikirkan mana yang lebih tepat.

Untuk kalimat pertama, sebab itu yang sudah biasa dan sering didengar, rasanya oke-oke saja; "Jangan naik-naik pohon" khawatirnya "nanti jatuh"; "Jangan jajan sembarangan" khawatirnya "nanti sakit perut". Iya, kan?

Lalu, pola kalimat kedua yang bedanya ada di kata "nggak", pada akhirnya saya pikir ini pun 'benar'. Lebih benar malah.

Sebab saya pikir negatif bertemu negatif menjadi positif. Kata "jangan" diselaraskan dengan kata "nggak" hasilnya ya "tidak akan terjadi apa yang dikhawatirkan".

"Jangan naik-naik pohon supaya nanti tidak jatuh"; "Jangan jajan sembarangan supaya nanti tidak sakit perut."

Dan yang paling final, saya menghubungkan ujung kalimat-kalimat tersebut dengan harapan, dengan doa.

"Nanti jatuh, nanti sakit, nanti kena duri" eeh malah iya kejadian; jatuh, sakit, kena duri.

Lalu membandingkan dengan "nanti ndak jatuh, nanti nggak sakit, nanti tidak kena duri", ini jadi semacam doa atau harapan.

"Jangan main api, nanti tidak kebakaran" kita pakai contoh kalimat lain. Tidak bermain-main dengan api, semoga tidak kebakaran.

"Jangan ganggu kucing yang sedang makan, nanti ndak kena gigit". Tidak mengganggu, mudah-mudahan tidak kena gigit. Begitu kiranya.


Cirebon, 12 Agustus 2017

#ODOP10
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia


Kamis, 10 Agustus 2017

3 Novel Negeri Must Go to Movie

3 Novel Negeri Must Go to Movie

Bismillah

Salaam Sobat,

Seperti janji saya di postingan sebelumnya, kali ini saya akan cuap-cuap soal novel asli karangan pengarang Indonesia that I want it goes to movie badly. Hehehe. Versi saya tentu, ya. Baiklah ini dia:

1. Tahta Nirwana
Novel yang berkisah tentang perjalanan, pertempuran dan rumitnya hubungan Sannaha dan Purandara. Dan kisah mereka berkaitan plus bersinggungan dengan Puteri Kerajaan Pasundan, Dyah Pitaloka.

Dengan latar dan setting waktu masa kerajaan Nusantara, seperti Majapahit, novel ini saya bayangankan akan menjadi film bernuansa klasik dan epik yang beda. Lebih seru lagi dan menjadi utuh jika dilengkapi sekaligus dengan novel seri Pitaloka lainnya, yang merupakan sequelnya. Tasaro, penulis novel ini, bahkan sudah apik dalam memilah kata-kata, kalimat untuk dialog para tokohnya, sehingga sangat filmis.

2. Tentang Kamu
Novel karangan siapa? Yup, Tere Liye. Sebuah kisah perjalanan lagi. Seorang Zaman Zulkarnaen mesti menelisik kisah hidup seorang perempuan, yang merupakan klien dari tempat dia bekerja.

Setting yang banyak, berlompatan dari negara ke negara, akan membuat seru film ini nantinya. Dengan nuansa dan tema film petualangan-detektif, kisah Sri Ningsih ini pun layak "dihidupkan".

3. The Road to the Empire
Sebuah novel oleh Sinta Yudisia. Beberapa pembaca senior sastra bahkan sempat mengira jika kisah perjuangan Takudar Khan ini adalah karya penulis luar, bukan penulis dalam negeri. Saya juga sempat baca, dulu novel ini diharap-harap pula agar bisa diadaptasi ke layar lebar. Sayang, konon kendalanya banyak. Semisal, mencari latar yang di sepanjang kisah dominan padang pasir. Tapi agaknya masa-masa sekarang bisa saja ditemukan solusinya. Dengan efek, CGI dan lainnya, saya kira Takudar Khan bisa "dihidupkan". Dan seperti cerita Sannaha, ini pun akan lebih utuh dilengkapi dengan menyertakan juga sequel dan prequel dari novelnya. Saya bayangankan bakal keren banget. Filmnya akan ala Hollywood. Dari sejak pertama membaca ini hingga detik ini, saya tetap kesengsem dan "ngidam" sangat novel ini goes to movie.

So, common para produser, bikin mereka jadi film. Please! ^_^




Cirebon, 10 Agustus 2017

#ODOP9
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Rabu, 09 Agustus 2017

Curhat (Bukan) Blogger Blenger

Sumber: Facebook

Salaam Sobat,

Tidak sangka sudah tujuh hari saya mengikuti One Day One Posting yang merupakan salah satu program Blogger Muslimah. Itu berarti sudah tujuh juga tulisan yang saya buat sebagai blog post.

Sebelumnya, saya sempat mengikuti tantangan menulis juga. Dua tantangan menulis dengan rentang waktu sama yaitu selama tujuh hari. Ini semacam lomba tentu, yang nantinya akan ada reward bagi peserta beruntung pilihan. Di dua tantangan menulis kemarin saya terseok di pertengahan dan berakhir belum beruntung. Meski begitu, senang-senang saja, sebab bisa memenuhi 'tugas'. Dengan kata lain, minimalnya saya berhasil menulis.

Lalu, tepat saat usai tantangan menulis kemarin, tantangan dari Blogger Muslimah muncul. Lalu, dengan pedenya saya mendaftar. Lalu, saya terseok lagi, bingung hendak "menyiarkan" apa, karena tidak seperti tantangan akhir bulan lalu yang ditentukan topik bahasannya, ODOP ini dibebaskan, terserah peserta hendak menulis apa. Lalu, lebih mblengernya adalah karena:

Pertama. Saya mesti super curi waktu untuk mengetik tulisan. Setiap hari saya berencana membuat tulisan di pagi hari, antara pukul 9 hingga 11. Tapi agaknya hanya sukses di hari pertama. Sisanya, nyatanya jam segitu saya berkutat dengan si kecil dan urusan rumah. Terus plan B untuk menulis di siang hari pun gugur.

Dan seperti sekarang inilah, pada akhirnya saya bisa ketak-ketik di HP, di layar message. Right here right now. Tengah malam. Dengan tetap menyicil, dari pukul 22 hingga pukul 24 kurang sampai menyeberang ke pukul 1 atau 2. Menyicil, sebab sembari bolak balik menyusui.

Dua hingga tiga malam lalu, ada kala saya tidak bisa tahan. Badan lelah minta jatah. Bablas terlelaplah saya. Esoknya, tulisan belum rampung. Dan, karena mata diajak membuka sampai lewat tengah malam ini, "body not delicious", flu, dkk terjadi juga.

Kedua. Pilihan mengetik lintas tengah malam ini pun ada alasan dan tujuannya. Saya cuma punya kuota tengah malam. Tepatnya, dari pukul 24-12. Di jam-jam tersebutlah kuota saya berjaya. Di jam-jam sisanya, kuota tersedia hanya sekian ratus mega byte. Jadi, cuma bisa bertahan sekitar 2-3 hari dari mulai diisi. Hi hi. Dan, aktivitas pagi ceria otomatis kerap membuat jam kuota tadi banyak terlewat. Baru jelang jam habis, antara pukul 11an saya paksa sempatkan diri ngoprek HP dan setor. Ahh, belum seberapa chaos bukan? Dibandingkan mom blogger lainnya? Hm, omong-omong, untuk postingan berikutnya saya sudah punya bahan nih. Tentang novel. Lengkapnya tunggu besok. Harapannya sih jangan sampai tunggu tengah malam lagi. Sekian curhatan mblengernya saya. Belum setengah bulan padahal yaaa, sudah hampir tumbang saja. Oh, jangan deh.



Cirebon, Wednesday in very early morning, 9 August 2017

#ODOP8
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Selasa, 08 Agustus 2017

Mewaspadai Pesan yang Mengancam

Bismillahirrohmaanirrohiim.

Salaam Sobat,

Masih ingat sekian tahun lalu ada beberapa postingan di media sosial yang isinya berupa tulisan kabar-kabar seputar kejadian aneh atau penting atau berbau mistis atau seolah agamis? Yang dalam hitungan detik menuai like and share ratusan bahkan ribuan.

Apa pasal? Ada pesan 'super' di dalamnya, yang menggerakan jari pembacanya meng-klik tombol like and share tersebut. Pesan yang mengancam. Sehingga, alih-alih berbagi memang bersebab niat baik, yang ada dan tanpa sadar adalah karena ketakutan. Takut bilamana tidak melakukan apa yang dipinta dalam pesan, ancaman yang mengutuk tadi akan benar-benar terjadi pada kehidupan si pembaca. Naudzu billah.


Saya kira hal seperti ini sudah usai. Tidak ada lagi yang percaya mentah-mentah dengan pesan "kebaikan" tersebut. Tapi, nyatanya sekian hari lalu saya menerima pesan mirip-mirip yang dulu menyebar di medsos. Bedanya kali ini via WhatsApp.

Apa yang saya lakukan? Abai. Bukan berarti saya tidak peduli dengan amanat baik yang disampaikan. Tapi ketika kemudian amanat itu diikuti ancaman, kutukan bila tidak menyebarkan ke orang dengan jumlah yang ditentukan lalu sebaliknya akan peroleh keuntungan, bahkan ajaibnya disebutkan pada hari apa, bila melakukan. Sayang, masih ada yang menurut dengan hal menyeret seperti ini.

Ada poin-poin yang saya cermati terkait pesan berantai sejenis di atas:

1. Menuntut agar dikirim/disebar kembali ke sejumlah orang.
2. Mengutuk/mengancam bila diabaikan dengan 'hukuman' hidup yang buruk, sampai-sampai bisa tahu hingga sekian tahun.
3. Menjanjikan akan mendapat rezeki, keuntungan, kebaikan, setelah satu hari, atau pada hari H.
4. Mengatasnamakan tuhan.

Bila Sobat juga mencermati, betapa semua poin itu mengerikan. Ya, mengerikan selagi yang mengirim dan menyebar pesan tersebut adalah manusia, tapi seolah tahu segala. Seolah berhak memutuskan siapa akan selamat dan siapa akan celaka. Naudzu billah tsumma naudzu billah.

Kalaupun hendak berbagi pesan kebaikan, tak ada hak bagi kita sebagai insan biasa memberi rizki dan bala pada lainnya. Sebab, semua adalah kuasa Allah semata. Semoga kita tidak tergelincir ya, Sobat. Patuh terhadap pesan seperti ini. Astaghfirulloh. Allohu'alam bishowwab.

Cirebon, 8 Juli 2017

#ODOP7
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Entry for
Blogger Muslimah

Senin, 07 Agustus 2017

Tempat Belanja Favorit

Bismillah

Salaam Sobat,

Sebagai seorang perempuan, sesibuk apapun aktivitas kita di luar rumah atau meski di rumah saja, kegiatan belanja terutama belanja sayur dan kebutuhan dapur takkan bisa dihindari. Malah terkadang jadi agenda yang menyenangkan. Di mana letak menyenangkannya, sih? Yuuk, sebentar lagi kita bahas. Eiih, please deh Bundi masa hal remeh begini jadi blog post sih? Well, Dear, semenjak menjadi seorang Blogger Muslimah (heheu, pedi-percaya diri) justeru hal kecil bisa berpotensi jadi tulisan. Hehehe.

Back on the screen, ya.

Bahwa manusia itu butuh hiburan benar adanya. Dan, sebab kita seorang muslimah, hiburan pun jangan asal hiburan semata. Kegiatan belanja bahkan bisa jadi hiburan. Saya menyadari sendiri, begitu menikah ditambah kemudian dikaruniai 'momongan', sulit sekali untuk bisa benar-benar melakukan hal disukai, untuk 'having time only for myself'. Bahkan, tampaknya, meski kini saya tidak berkegiatan di luar, sebutlah tidak ngantor alias di rumah saja, kerjaan seputar rumah terkadang (atau malah sering) membuat diri penat.



Jadi, kerjaan sederhana semisal belanja, bisa jadi hiburan bagi saya. Taruhlah walau hanya sekian langkah ke depan rumah, sebab belanjanya di bakul sayur keliling, bisa membuat fresh. Buang pikiran negatif dengan melihat angin yang bertiup, langit, bunga-bunga tetangga. :D Plus bertemu sesama ibu rumah tangga.

Belanja di penjual sayur keliling, saya jadikan favorit. Berhubung jika ke pasar lumayan jauh. Lagipula, mahmud seperti saya, dirasakan oleh diri sendiri kurang cocok kalau ke pasar. Bukan karena takut kotor, ketempelan bau atau bila hujan takut becek. Lebih disebabkan pasar itu luas, kerap membuat bingung dengan lekak lekuknya. Lebih tepatnya juga yang membuat takut adalah "uang". Hehe. Logikanya, begini kalau belanja di pasar (apalagi pasar super a.k.a swalayan) belanja tak mungkin sedikit. Ujungnya, duit pun tidak bisa bawa sedikit.

Maka dari itu, saya cenderung 'tenang' dengan belanja di bakul sayur keliling. Bila sudah akrab, malah bisa dapat bonus atau diskonan. Terus semisal salam sereh dan daun bawang bisa gratis. Ya, tentu dengan jumlah sekadarnya ya. Sesuatu banget, kan ya?

Kemasan yang sudah berupa bungkusan pun membuat simpel, misal perlu membagi-bagi ini untuk sekarang, ini untuk besok. Di bakul sayur keliling dengan uang kurang dari lima belas ribu rupiah bisa beli sayur mayur yang fotonya ada di bawah ini. Begitulah. Selain itu, bagi saya dengan belanja seperlunya setiap hari, menghindari sayur mayur busuk juga. Jadi, tak mubazir jatuhnya.



Bagaimana dengan buibu sekalian? Di mana tempat belanja favoritmu?


Cirebon, 7 Juli 2017

***

#ODOP6
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia