Seiring
bergulirnya pasar global plus berkembangnya dunia (jaringan) internet,
persaingan di dunia industri dan perdangangan juga semakin ketat. Akses memang
lebih mudah dari sebelumnya. Namun kesulitan atau sebutlah tantangan pun lebih
kompleks lagi.
Dari pengamatan
sederhana saya, bangsa Indonesia yang masih masyhur dengan label ‘konsumtif’—terutama
kaum hawa—kerap menjadi sasaran empuk pihak luar dengan produk-produk yang ditawarkan
dan masuk ke dalam negeri. Lalu, seperti yang sama-sama kita ketahui famous brand itu menjadi ciri hingga
fenomena sosial di sini. Beberapa di antara kita akan lebih merasa bangga dan
percaya diri tinggi bila apa yang dikenakan mulai dari pucuk rambut hingga
tumit beraroma kata-kata import, produk
asal luar negeri, internasional, hingga keyword
‘dipakai artis holywood’.
Lalu,
ke manakah produk nasional yang berakar dari produk lokal kita? Tanpa sepengetahuan
atau informasi purna yang kita punya, ternyata banyak pekarya negeri yang asik
berkreasi—sembari melekatkan kekhasan daerah, kemudian karyanya sampai berhasil
diekspor ke luar negeri, menembus pasar internasional.
Nah,
bagi saya itu baru keren. Akan tetapi, satu hal yang mesti pula diulik adalah
bagaimana agar produk tadi bisa mendunia? Tentu ada proses, trial and failure mesti terjadi di awal-awal,
tak dapat dihindari, itu lumrah.
Intermezzo
sebentar, saya pernah mengawang-awang soal produk-produk luar yang sangat
bergengsi. Begini isi pikiran saya: orang-orang sibuk mengincar satu produk
luar, sebut satu misalnya sepatu, sementara peristiwa di belakang yang terjadi
adalah, pihak luar itu membeli-mencari bahan mentah hingga setengah jadi yang
berkualitas di negeri ini, dibawanya lalu diketok-magic
di negaranya, setelah jadi, disebar (baca: dijual) kembali ke Indonesia
tercinta, dengan harga aduhai. Dan saya menjadi geli sendiri dengan kemungkinan
tersebut. Bukankah sebetulnya kualitas yang didapat pun dibangga-banggakan tadi
berasal dari negeri sendiri? Tapi malah malu (atau kalaupun tetap ada bangga,
kadarnya lebih susut dibanding memakai “punya orang” tadi), saat sandangnya
hanya made in Kota Gede, misalnya.
Itu pula
sesungguhnya PR yang mesti dipikirkan oleh kita (pemerintah, penyetok bahan
mentah, perajin, pekarya dan semua personel/elemen penting terkait). Alih-alih
mensukseskan usaha asing, mengapa tidak memberdayakan, meningkatkan kualitas
usaha negeri sendiri? Duh, maaf, tentunya ini hanya pendapat saya yang seorang citizen pun netizen kelas teri. Tentu saya percaya, jika pemberdayaan itu ada
dan terlaksana, barangkali pemerataannya yang lebih dieksekusi lagi. Hanya, saya
kerap merasa ‘keram perut’ tiap mengetahui SDA negara dilirik pihak asing, lalu
selanjutnya mereka olah-ubah dan lain sebagainya. Dan, kita sudah sumringah
dengan ‘bayaran’ ala kadarnya.
Merek Boleh Lokal, Kualitas Internasional
Masih
berkaitan dengan upgrading local brand.
Menyebut frasa di atas saya teringat akan satu kabar tentang Bapak Ridwan
Kamil, Wali Kota Bandung. Soal aksinya bekerja sama dengan Perancis melalui
cara “menjual” Kota Bandung untuk meningkatkan pembangunan Kota Bandung
sendiri. Jadi, alih-alih berhutang ke pihak asing demi mendapat modal besar
yang dibutuhkan untuk membangun Kota Bandung, teknik mendagangkan (atau bahasa
pribuminya jualan) produk-produk kreatif yang asli made in Bandung digunakan. Istilah
kerennya yaitu dengan konsep
Public Private Partnership (PPP). Yang mana akan ada satu lokasi di
Perancis sebagai prototype Kota
Bandung bertajuk “Little Bandung”.
Dan,
kerjasamanya pun diterima dengan baik alias ‘deal’ dengan didapatkannya lokasi
untuk Little Bandung itu di Jalan Rue Montmarte, berkolaborasi dengan Cafe Djawa. Hal sama juga dilakukan ke
Amerika Serikat, namun untuk sektor pariwisata.
(sumber: http://regional.kompas.com/read/2015/09/30/10533201/Ke.Perancis.Ridwan.Kamil.Bikin.Kawasan.Little.Bandung.di.Paris
Selasa (29/9/2015) malam)
Terpikir
dalam benak, bila dalam cara sama namun detil berbeda, hal itu juga bisa
dilakukan kota-kota lain yang punya produk kreatif khas daerah masing-masing. Barangkali
kota-kota di luar negeri akan ramai juga dengan prototype kota-kota yang ada di Indonesia. Lagi-lagi tentu ada
tahapan meningkatkan mutu barang yang akan dijual.
Usaha Kecil Menengah dan Smesco
Sejenak
mari tinggalkan upaya memperkenalkan local
brand satu kota di atas. Bersebab tingkatan usaha bermacam, bervariatif dan
berjenjang saya juga tertarik untuk sedikit obrol-obrol tentang Usaha Kecil
Menengah, termasuk di dalamnya yang berupa skala rumahan. Saya pribadi bukan
orang bertangan dingin di bidang kerajinan tangan, karena entah, sempat belajar
membuat rajutan dari benang wol untuk dijadikan ikat rambut dan bandana saja melulu
gagal. Tapi, saya selalu senang bila melihat ada yang pandai di bidang ini,
seperti kakak dan teman saya sendiri. Berhubung hanya bisa mengagumi saya
sisipkan juga dalam tulisan ini sebagai dukungan bagi teman-teman yang
berkreasi semisal berikut:
Lalu
membaca tentang SMESCO saya otomatis mengingat mereka. Agaknya tak banyak yang
tahu soal Smesco, tekhusus di gawean karya tingkat kecil. Jadi barangkali
smesco bisa lebih mempromosikan lagi pelayanan profesional bagi mereka yang
membutuhkan. Sesuai tujuan dari Smesco
Bagi
teman dan kerabat yang belum mengenal, baru mendengar persis seperti saya,
mungkin bisa sedikit tahu dari paparan di sini. Tentang Smesco dan
program-programnya yang saya kutip langsung dari alamat web SMESCO.
SMESCO
merupakan kepanjangan dari "Small and Medium Enterprises and
Cooperatives", atau KUKM Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.Smesco Indonesia Company (SIC) berdiri pada Maret 2007 dengan tujuan: untuk mempromosikan produk-produk unggulan Indonesia kepada dunia Internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kami memberikan pelayanan profesional terbaik kepada seluruh mitra usaha kami baik lokal maupun asing.
Bisa dikatakan inilah program dan kegiatannya
- Menyediakan
sarana dan fasilitas pameran bagi KUKM
- Mempromosikan
dan memasarkan produk-produk unggulan Indonesia ke luar negeri melalui
kegiatan Trading House
- Melaksanakan
kegiatan pelatihan bagi KUKM
- Menampilkan
produk-produk unggulan KUKM Indonesia di dalam gerai ritel UKM GALLERY
- Sebagai pengelola gedung SMESCO INDONESIA yang menyewakan sebagian ruangan untuk area komersial seperti perkantoran dan sarana pendukung lainnya seperti Bank, ATM, Money Changer, Travel Agent, Mini Market, Restoran dan cafe.
Visi
Menjadi institusi profesional berskala internasional di bidang
pemasaran produk - produk Koperasi dan UKM Indonesia yang mampu menjadikan
SMESCO INDONESIA sebagai ikon pemberdayaan dan ikon industri kreatif KUKM.
Misi
Menjadi lembaga dengan layanan profesional yang memfasilitasi
mitra usaha untuk menghasilkan produk-produk unggulan kelas dunia yang
berkualitas tinggi dan mempromosikan Indonesia kepada mitra usaha lokal maupun
internasional.
Saya
harap yang tadinya malu dengan local
brand, bisa lebih percaya diri
dibantu SMESCO, sehingga menjadi lebih keren.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar