Petuah Nihil Sentimentil yang Menyentil
Oleh: Dini Nurhayati
Ramadhan tahun kemarin agaknya terlalu meninggalkan kesan untuk bisa dilupakan. Bagi beberapa teman mungkin masih ingat, tahun kemarin (2014), berita soal Palestina mencuat kembali ke permukaan. Dan telinga ini sejujurnya sudah cukup akrab dengan kabar-kabar yang menyoal mereka sejak masa kuliah dulu.
Namun perputaran jaman sedikit banyak mengubah juga alur kehidupan. Update tentang bumi Al Quds yang merupakan kiblat pertama umat Islam tersebut, mulai luput dari mendapat perhatian. Betul, hati turut berduka. Tapi tergerogoti rasa asing entah bernama apa.
Lalu, saat di kesunyian membaca-baca lagi kabar seputar Palestina, kesungguhan rasa yang sempat hilang itu muncul kembali. Benar-benar baru terbit keinginan untuk berbagi, meski sedikit yang dimampui.
Dan seolah menggiring kesadaran, ada satu selebaran yang terbaca. Tentang acara bertajuk taushiyah menjelang berbuka puasa bersama. Acara tersebut akan menghadirkan seorang syaikh yang berasal dari Palestina. Tujuan acara memang untuk menggalang dana. Membantu penduduk Palestina.
Tertarik saya pun mengikuti acara itu. Bahkan taushiyah itu disampaikan oleh sang syaikh. Tapi dari penuturan beliau—dibantu diterjemahkan seorang ustad—yang menceritakan bagaimana situasi di sana, sungguh tak ada nada serupa memelas. Sebaliknya justru.
Kami yang hadir kala itu hanya diingatkan untuk bersyukur. Betapa ibadah puasa dan amalan lainnya di bulan Ramadhan dapat kami kerjakan dengan suasana yang tenang dan damai. Tanpa perlu ada rasa cemas, tersebab langit yang rajin dihujani rudal. Tanpa rasa takut tentang anggota keluarga yang sekali-kali waktu bisa saja terampas, akibat terkena serangan. Entah peluru nyasar ataupun memang target incaran.
Benar, amat jarang bersyukurnya jiwa ini untuk hal-hal kecil. Bila saja keadaan sebagaimana yang terjadi di Palestina dialami, belum tentu diri dan iman kuat menjalani. Terlebih saat bulan puasa. Ramadhan kemarin selalu menjadi pengingat diri untuk senantiasa bersyukur dan menghalau kikir dalam diri.[]
“Tulisan ini diikutsertakan dalam giveaway Ramadhan in Love”
Bersyukur ya mba kita masih kondusif Di Indonesia
BalasHapusBetul, Mba Kania. Kadang saking 'kondusif'nya, kita terlalu terlena dan sepi simpati apalagi empati thd yang kondisinya kurang dari kita. Allohu'alam.
HapusTerimakasih sdh mampir ya? :)
nikmatnya tinggal di Indonesia...
BalasHapusNikmat. Zona nyaman banget. Sampai semua yg dari luar 'interesting' ke Indonesia.
HapusMakasih sdh mampir ke blog sunyi ini Mba Dwi, he :)
nikmatnya tinggal di Indonesia...
BalasHapusOh, iya pengumuman ini sudah belum ya? Saya baru ada kuota :)
BalasHapusAlhamdulillah kita masih bisa berpuasa dgn tenang tanpa ada ketakutan2 ya mba...
BalasHapusTeriring doa untukmu Palestina. Semoga Allah menjagamu.
Alhamdulillah kita masih bisa berpuasa dgn tenang tanpa ada ketakutan2 ya mba...
BalasHapusTeriring doa untukmu Palestina. Semoga Allah menjagamu.
Alhamdulillah. Mudah2an kita jadi insan yg slalu bersyukur.
HapusIn sya Alloh, Palestina selalu dijaga-diberkahi. Allohumma aamiin.
Nyimak
BalasHapusMonggo, Mba ... Hehe
Hapus